Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar, Indonesia memiliki sumber energi yang melimpah, tak terkecuali gas bumi. Pemanfaatan gas bumi yang optimal pun perlu dilakukan demi mendukung kebutuhan energi di berbagai sektor sekaligus pembangunan nasional.
Berdasarkan data Kementerian ESDM yang dihimpun dari Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027, per Januari 2017 Indonesia memiliki cadangan gas bumi sebanyak 142,72 TSCF atau setara dengan 1,53% cadangan gas bumi di dunia. Dari jumlah tersebut, 100,36 TSCF merupakan cadangan gas terbukti dan 42,36 TSCF merupakan cadangan gas potensial.
Hanya saja, cadangan gas bumi di Indonesia dalam tren penurunan. Mengingat tahun 2011 cadangan gas bumi di Indonesia masih mencapai 152,9 TSCF.
Baca Juga: SKK Migas umumkan tiga temuan eksplorasi sepanjang kuartal I 2020
Kementerian ESDM juga mencatat, lifting gas bumi Indonesia akan mengalami fluktuasi hingga mencapai puncaknya di tahun 2022 sebesar 8.661 MMSCFD, kemudian mengalami penurunan menjadi 8.048 MMSCFD di tahun 2027 nanti.
Adapun pada tahun 2019 lalu, lifting gas bumi Indonesia berada di level 1.060 MBOEPD. Sedangkan di tahun ini pemerintah mematok target lifting gas bumi sebesar 1.191 MBOEPD.
Selain itu, dalam Rencana Umum Pembangkit Listrik 2019-2028, pemerintah menargetkan penggunaan gas bumi sebanyak 22% dari total bauran energi nasional di tahun 2025 mendatang.
Pengamat Migas sekaligus Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, walau ada tren penurunan, cadangan gas bumi di Indonesia pada dasarnya masih sangat melimpah. Karenanya, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan porsi gas dalam bauran energi nasional.
“Gas adalah energi fosil yang paling bersih dan cocok untuk menjembatani transisi bauran energi Indonesia ke depan,” ujar dia, Kamis (23/4).
Menurut dia, ada tiga kunci yang dapat mendorong pemanfaatan gas bumi di dalam negeri. Pertama, adanya percepatan pembangunan infrastruktur yang diperluas ke seluruh wilayah Indonesia, baik di sektor hulu maupun hilir.
Kedua, adanya kebijakan harga yang kompetitif namun tetap menjaga iklim investasi, baik untuk pelaku usaha di hulu, midstream, maupun hilir.
Ketiga, keekonomian pengembangan lapangan gas bumi yang harus ditingkatkan sehingga bisa menarik investor.
Baca Juga: Permintaan gas terus turun, PGN minta insentif agar bisa bertahan
Terkait dengan poin tersebut, porsi bagian pemerintah dalam bagi hasil investasi lapangan gas bumi tidak perlu besar. Apabila perlu, pemerintah cukup mendapatkan penerimaan dari pajak saja. “Yang diutamakan bukan penerimaan negara langsung melainkan multiplier efek ekonomi yang dihasilkan dari adanya investasi lapangan gas tersebut,” terang Pri.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menambahkan, Indonesia sebenarnya tidak memiliki masalah terkait kondisi cadangan gas bumi terkini. Sayangnya, pemanfaatan gas bumi di dalam negeri belum begitu optimal lantaran keberadaan infrastruktur yang belum terlalu memadai.
Ditambah lagi, belum banyak pelaku usaha yang benar-benar mampu ikut membangun berbagai infrastruktur strategis gas bumi, ambil contoh jaringan pipa gas distribusi dan transmisi. “Bisa jadi karena biaya investasinya besar namun marjin yang didapat kecil,” kata Fahmy, hari ini.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, pemerintah bisa mengalokasikan dana khusus untuk pembangunan infrastruktur, misalnya lewat program jaringan gas bumi. Jika pemerintah menugaskan kepada badan usaha seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), maka pemerintah wajib memberikan kompensasi.
PGAS sendiri telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan infrastruktur gas bumi di Indonesia.
Dalam keterangan tertulis 20 Maret lalu, Sekretaris Perusahaan PGAS Rachmat Hutama menyebut, di tahun 2019 lalu, PGAS berhasil menambah infrastruktur gas bumi sepanjang 253 kilometer. Alhasil, total jaringan pipa yang telah dibangun dan dikelola oleh perusahaan tersebut mencapai 10.169 kilometer.
Baca Juga: Perusahaan Gas Negara (PGAS) siapkan perencanaan kelangsungan bisnis hadapi corona
“Hal ini mencerminkan bahwa lebih dari 98% jaringan pipa gas bumi di Indonesia diusahakan oleh PGAS,” tulisnya.
Hingga tahun 2024, PGAS telah memiliki rencana penambahan infrastruktur gas bumi guna mensuplai kebutuhan berbagai segmen konsumen.
Di antaranya pembangunan jaringan pipa distribusi sepanjang 500 kilometer dan pipa transmisi 528 kilometer, pembangunan 7 Liquified Natural Gas (LNG) filling station untuk truk atau kapal, 5 Floating Storage Regasification Unit (FSRU), 3,59 juta sambungan rumah tangga, dan 17 LNG.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News