Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Rizki Caturini
Lirik lagu menanam jagung di kebun kita sepertinya bisa berubah menjadi mengimpor cangkul ke sawah kita. Janji Nawa Cita untuk kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor pertanian kembali dipertanyakan. Tak perlu program hebat bila hal sederhana memenuhi kebutuhan cangkul petani saja belum terpenuhi.
Petani kecewa ketika pemerintah membuka keran impor cangkul. Apalagi industri alat pertanian dalam negeri sedang susah. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga, terpeleset pula. Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia bilang, industri cangkul sudah lama menyusut karena sulitnya mendapat mata cangkul. Alhasil, cangkul dari China dan Thailand merajalela.
Penderitaan bertambah ketika Kementerian Perdagangan mengizinkan impor cangkul kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia Juni 2016. Dari rencana impor 1,5 juta unit cangkul, baru terealisasi 86.190 unit. “Kami sesalkan, kenapa BUMN pula yang impor?” keluh Henry kepada KONTAN, Selasa (1/11).
Dari sini, Henry berpendapat, pemerintah belum mampu memaksimalkan industri dalam negeri. “Jokowi tidak memiliki strategi industrialisasi alat pertanian. Padahal negara lain mengandalkan industrinya untuk memenuhi kebutuhan sendiri,” kata Henry. Tak cuma cangkul, bantuan pemerintah seperti traktor, pompa dan mesin tanam adalah impor.
Untunglah pemerintah memutuskan menyetop impor cangkul mulai 31 Oktober lalu. “Kami tidak revisi aturan, hanya memutuskan mengembangkan industri untuk memasok kebutuhan nasional,” kata Arus Gunawan, Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian, Selasa (1/11).
Asal tahu saja, cangkul termasuk produk yang tata niaga impornya diatur. Hanya tiga BUMN yang bisa impor, yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, PT Mega Eltra dan PT Sarinah. Karena impor dihentikan, pemerintah menugaskan BUMN dan perusahaan lain memproduksi. “PT Krakatau
Steel jadi penyedia bahan baku, PT Boma Bisma Indra sebagai produsen cangkul, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia sebagai distributor,” papar Arus.
Sukandar, Direktur Utama Krakatau Steel, memastikan untuk memproduksi cangkul sebanyak 15.000 ton high carbon steel untuk 10 juta unit cangkul per tahun. "Kami produksi di Cilegon," ujarnya.
Adapun PT Boma Bisma Indra memanfaatkan kepala cangkul Krakatau Steel untuk memproduksi 700.000 unit cangkul per tahun. "Kami mempunyai lisensi dari Jerman," kata Rahman Sadikin, Direktur Keuangan PT Boma Bisma Indra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News