Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) sedang mekar. Sejumlah emiten sawit pun memiliki rencananya masing-masing dalam menyikapi pergerakan harga.
Sekretaris Perusahaan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), Swasti Kartikaningtyas mengatakan, SSMS akan berusaha memaksimalkan penjualan baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri.
“Kami juga terus berupaya untuk meningkatkan target produksi dan penjualan dari tahun sebelumnya, dengan memaksimalkan pasokan pada kapasitas mill, pemupukan tanaman, serta melakukan peluang kerjasama dengan petani plasma,” tambah Swasti kepada Kontan.co.id, Sabtu (5/6).
Sampai tutup tahun nanti, emiten anggota indeks Kompas100 itu masih mengejar target produksi CPO sebanyak 520 ribu ton. Sebagai pembanding, mengutip laporan tahunan perusahaan, produksi CPO dari lahan inti SSMS di tahun 2020 mencapai sebesar 448.185 ton.
Baca Juga: Pemerintah berencana menurunkan pungutan ekspor CPO, begini respons emiten CPO
Menurut Swasti, SSMS sejauh ini belum ada rencana spesifik melakukan akuisisi perkebunan sawit maupun pabrik kelapa sawit (PKS) dari pihak eksternal. Namun, SSMS tetap terbuka apabila ada penawaran kebun sawit maupun PKS dari pihak eksternal yang sejalan peta jalan keberlanjutan alias sustainability roadmap perusahaan.
Asal tahu saja, saat ini SSMS memiliki fasilitas pinjaman dari Bank Mandiri dengan plafon sebesar Rp 4 triliun. Fasilitas ini dialokasikan untuk memperkuat keuangan SSMS dalam pengembangan usaha dan meningkatkan likuiditas perusahaan.
Saat ini, SSMS mencanangkan anggaran belanja modal atawa capital expenditure (capex) sebesar Rp 550 miliar dari kas internal untuk tahun buku 2021. Alokasi penggunaannya diperuntukkan untuk pembangunan dan perawatan infrastruktur di areal perkebunan dan pemutakhiran sistem teknologi informasi. “Sekitar 50% capex kami telah terserap sampai saat ini,” ujar Swasti.
Sama halnya dengan SSMS, PT Dharma Satya Nusantara Tbk juga masih mengejar target pertumbuhan produksi yang dicanangkan sebelumnya. Pada sepanjang tahun ini, emiten berkode saham “DSNG” tersebut mengejar pertumbuhan produksi sekitar 10% dibanding realisasi produksi tahun lalu yang sebesar 636.947 ton.
Direktur DSNG, Jenti Widjaja mengatakan, DSNG ingin memaksimalkan momentum pergerakan harga, namun DSNG tidak bisa serta-merta mengungkit target produksi yang telah dicanangkan sebelumnya. Tantangannya berasal dari fenomena La Nina tahun 2021 dan dampak tertinggal dari fenomena El Nino 2019 yang membuat target produksi internal tidak dapat serta merta ditingkatkan melebihi target awal.
“Sementara pembelian TBS (tandan buah segar)) eksternal memang dapat membantu produksi CPO namun tentu harus memperhitungkan margin karena ketika harga CPO tinggi akan menyebabkan harga pembelian TBS eksternal ikut melonjak,” imbuh Jenti kepada Kontan.co.id (5/6).
Selain mengejar pertumbuhan produksi, DSNG tengah mengawal pembangunan 2 PKS baru dengan total kapasitas 105 ton TBS per jam. Kedua PKS tersebut meliputi PKS ke 11 di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur yang memiliki kapasitas 60 ton TBS per jam dan PKS ke 12 di Nangabulik, Kalimantan Tengah yang berkapasitas 45 ton per jam.
Pembangunan kedua PKS tersebut telah dimulai sejak semester ke-2 tahun 2019 yang lalu, namun penyelesaiannya sempat tertunda lantaran terkendala pandemi Covid-19. Dalam catatan Kontan.co.id, total investasi pembangunan PKS ke-11 (dari awal hingga selesai) yang terletak di Muara Wahau itu diperkirakan memerlukan investasi sekitar Rp 220 miliar, sedang total investasi PKS ke 12 yang terletak di Nangabulik diperkirakan mencapai sekitar Rp 173 miliar.
Jenti tidak merinci berapa persisnya dana yang akan dialokasikan untuk menyelesaikan penyelesaian kedua PKS tersebut pada tahun ini. Yang terang, dananya akan menggunakan sebagian capex DSNG tahun ini yang dicanangkan sekitar Rp 1 triliun.
Menurut Jenti, saat ini DSNG belum memiliki rencana untuk melakukan rencana penggalangan dana eksternal tertentu untuk menunjang agenda-agenda ekspansi perusahaan pada tahun ini. “Namun DSNG masih dapat memanfaatkan fasilitas bank ataupun fasilitas Penawaran Umum Berjangka Obligasi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan,” tutur Jenti.
Dalam catatan Kontan.co.id, DSNG memang diketahui pernah menghimpun dana Rp 451 miliar dari penerbitan Obligasi Berkelanjutan I Dharma Satya Nusantara Tahap I Tahun 2020 pada pertengahan tahun lalu. Selain itu, pada paruh kedua tahun lalu, DSNG dan anak perusahaan juga mendapat fasilitas kredit jangka panjang sebesar Rp 781,6 miliar dan US$ 60 juta dari PT Bank Central Asia Tbk (BCA).
Selanjutnya: Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) menebar dividen 50% dari laba, ini jadwalnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News