Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dinilai oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memiliki potensi untuk menyumbang pendanaan kepada PT PLN (Persero), khususnya untuk pengembangan pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2035.
Untuk diketahui, PT PLN (Persero) mengungkap membutuhkan dana sebesar US$ 188-200 miliar atau setara dengan Rp 3.000 triliun untuk menyelesaikan pengembangan sistem ketenagalistrikan nasional.
"PLN potensial mendapat pendanaan dari investasi khususnya Danantara. Harapannya uang dividen pemerintah yang sudah ditransfer ke Danantara sebesar Rp80 triliun, plus tambahan target sisa dividen Rp 40 triliun tahun 2025 sebagin bisa masuk ke investasi EBT," ungkap Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira kepada Kontan, Minggu (14/09/2025).
Baca Juga: PLN Sebut Butuh Dana Rp 3.000 Triliun untuk RUPTL 2025-2034
Dia menambahkan, saat ini terdapat 10.068 lokasi desa yang belum teraliri listrik di Indonesia. Pemerintah dapat berinvestasi melalui Danantara, khususnya pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), agar sejalan dengan target peningkatan rasio elektrifikasi.
Potensi lain, menurut Bhima adalah pemanfaatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang menjadi bagian Rp200 triliun pemindahan ke Himbara.
"Jika bank BUMN diminta menyalurkan kredit produktif dan menyerap tenaga kerja, bisa diarahkan ke PLN membangun EBT termasuk transmisinya," jelas dia.
Sebagai sesama BUMN, pengajuan pinjaman menurut Bhima akan lebih cepat, dan PLN dinilai dapat menangkap peluang ini.
"Celios juga menyarankan pendanaan dari pertukaran utang dengan transisi energi yang potensinya mencapai Rp94,8 triliun," kata dia.
Hasil studi CELIOS menyebut setidaknya ada 19 PLTU milik PLN yang bisa masuk dalam skema pertukaran utang, seperti PLTU Suralaya, Paiton dan Ombilin.
"Tinggal pintu negosiasi dengan lembaga keuangan dan investor dibuka saja. Jerman dan Mesir pernah melakukan pertukaran utang dengan transisi energi," ungkap dia.
Peran Swasta dalam Pemenuhan Target RUPTL 2025-2034
Bhima menambahkan, peran swasta atau Independent Power Producer (IPP) juga tidak bisa diabaikan dalam target pembangkit energi bersih.
Meski begitu, pemerintah harus lebih dulu bisa menjamin kepastian hukum, kemudahan perizinan pembebasan lahan, kontrak yang fair dengan PLN dalam jangka panjang, dan insentif fiskal dari pemerintah.
"Mungkin kedepan, kalau sudah disiapkan, beyond RUPTL, akan banyak swasta tertarik masuk ke EBT dari pembangkit sampai komponen EBT dalam negeri," kata dia.
Oleh karena itu, Bhima mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) yang tinggal selangkah lagi, yaitu pada bagian ketentuan power wheeling atau penggunaan bersama jaringan.
"RUU EBT ini kunci utama dalam memberikan kepastian hukum dan paket insentif untuk IPP. Investor yang mau masuk masih wait and see khawatir ada perubahan kebijakan, dan paket insentif yang tidak berlaku surut," tutupnya.
Baca Juga: PLN Pulihkan Listrik Pasca Bencana Banjir di Bali
Selanjutnya: Bank Himbara Dapat Suntikan Rp 200 Triliun, Kadin Ungkap Sektor Paling Butuh Kredit
Menarik Dibaca: Daftar 7 Film Biografi Tokoh Dunia Ternama dan Berpengaruh, Sudah Nonton Semua?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News