Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan operator selular menggelar 5G dengan menggunakan spektrum eksisting, tak lepas dari langkah pemerintah yang hingga saat ini belum menentukan frekuensi khusus yang dialokasikan untuk jaringan 5G.
Sekjen Pusat Kajian Kebijakan & Regulasi Telekomunikasi ITB, Ridwan Effendi menilai, sesungguhnya ketersediaan pita potensial untuk 5G cukup banyak.
Ada di 700 MHz yang saat ini berada tahap Analog Switch Off (ASO), berdasarkan amanat UU Cipta Kerja harus beralih dari siaran analog ke digital pada November 2022.
Lanjutnya, migrasi merupakan upaya mengalokasikan digital dividen untuk kebutuhan mobile broadband sebesar 2x45 MHz, dengan potensi bandwidth yang diberikan mencapai 90 Mhz.
Lalu juga ada di 2.600 MHz, ia bilang frekuensi ini masih menunggu lisensi dari operator TV satelit berakhir dan memiliki potensi bandwidth sebesar 190 MHz.
"Dalam International Telecommunication Union (ITU) sampai 2024 pemanfaatan frekuensi ini masih diizinkan dan kemudian selanjutnya akan dimanfaatkan untuk layanan seluler,” paparnya dalam keterangan resmi, Kamis (28/10).
Baca Juga: Usai IPO, Mitratel berencana akuisisi sekitar 6.000 menara
Kemudian ada frekuensi potensial 3.300 MHz yang bakal digunakan melalui alih fungsi Broadband Wireless Access (BWA). Ia mencontohkan di negara tetangga frekuensi ini dimanfaatkan untuk layanan radar pertahanan dan cuaca.
Ahli fungsi BWA pada 3.300 MHz – 3.400 MHz untuk mobile broadband itu bisa menghasilkan potensi bandwidth hingga 100 MHz.
Selanjutnya di 3.400 MHz - 3.600 MHz yang saat ini masih digunakan satelit. Ridwan menilai untuk mendapatkan frekuensi tersebut perlu dihitung nilai bisnisnya ke depan dari layanan tersebut untuk kemudian diambil frekuensinya sebagai kebutuhan layanan seluler.
“Tentu ini juga sebagai kompensasi para pemain satelit karena akan dilakukan cut off lebih awal, jadi harus win-win solution. Frekuensi ini mainstream, Indonesia bisa melakukan hal tersebut dan melakukan relokasi demi kepentingan 5G,” tuturnya.
Selanjutnya di frekuensi 4.400 MHz masih digunakan oleh satelit non-geostationary satellite orbit (NGSO) dan wireless backhaul dengan potensi bandwidth yang dapat diperoleh sebesar 100 MHz.
Sementara untuk frekuensi 40.000 MHz masih digunakan untuk kepentingan microwave link tepatnnya di pita 37.000 MHz – 39.500 MHz dan preferensi industri pada pita 37.000 MHz-43.500 Mhz untuk keperluan 5G.
Ridwan mencatat dari potensi ketersediaan pita untuk mobile broadband, potensi bandwidth yang dihasilkan mencapai 6.561 MHz. Sedangkan total mobil broadband eksisting jika dikalkulasikan baru menyentuh angka 437 MHz.