Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Herlina Kartika Dewi
"Kita tidak akan membeli satu biji pun dari petani yang menanam kakao di hutan atau yang menyebabkan kerusakan lingkungan," imbuhnya.
Ketiga, no callable jadi petani harus dapat pelatihan yang baik tentang cara panen. Olam juga akan memastikan seluruh petani yang bekerja memenuhi standar usia dan tidak akan membiarkan ada pekerja yang masih di bawah umur.
Keempat, membangun supply chain (rantai pasok) kakao yang memberikan dampak berupa nilai tambah pada pendapatan keluarga petani kakao dan berkelanjutan, serta 100% traceable. Olam akan memastikan asal-usul dari seluruh biji kakao yang akan mereka gunakan. Apakah biji kakao tersebut berasal dari perkebunan atau didapatkan dengan cara-cara yang dapat merusak lingkungan.
"Hal itulah yang termasuk ke dalam pemberdayaan petani. Jadi kami bukan hanya membeli, kami juga memastikan petani kecil mampu melakukan budi daya dengan praktik yang benar. Kami pastikan 70 ribu petani yang bekerja sama dengan kami di seluruh Indonesia didata dan masuk pada sistem OFIS (Olam farmers information system)," ujar Imam.
Baca Juga: Wow, Starbucks dikabarkan setuju beli bahan baku dari Papua Barat?
Setelah terdaftar di dalam sistem, para petani ini kemudian digolongkan menjadi empat golongan, yaitu petani pasif, punya basic knowledge, advance, dan profesional. Metode penggolongan ini, kata Imam, dilakukan untuk mempermudah dalam mengarahkan level pembelajaran para.
"Ini yang disebut pendidikan oleh Pak Luhut. Pendidikan, training, dan pendekatan individu di lapangan. Kalau kami pukul rata, nanti itu tidak akan mengena, dia hanya masuk kiri keluar kanan. Kami punya tim 200 orang di lapangan dari Medan sampai dengan seluruh Sulawesi," kata Imam.
Meski menawarkan berbagai keuntungan bagi para petani, tetapi investasi hijau ini masih memiliki banyak tantangan dalam pelaksanaannya.
Adapun berbagai masalah tersebut seperti perubahan iklim, hama dan penyakit pada kakao, modal bagi para petani, kredit usaha rakyat (KUR) yang terhenti akibat perbankan masih meminta agunan, kurangnya kejelasan dalam kepemilikan lahan, serta kurangnya infrastruktur untuk pelaksanaan pembayaran digital, transparansi, system traceability, dan biaya angkutan yang terjangkau bagi para pelaku usaha.
Hal ini masih menjadi tantangan besar yang harus dipikirkan sebelum Olam memutuskan untuk berinvestasi di Papua dan Papua Barat.
Meski demikian, tak dapat dipungkiri investasi hijau di tanah Papua dan Papua Barat dapat memiliki potensi yang menggiurkan bagi para pengusaha cokelat. Terlebih, Vijay mengakui kualitas kakao dari Papua sangatlah bagus. Namun, memang jumlah produksinya masih jauh dari kata cukup.
Senada dengan Vijay, Commissioner PT Bumitangerang Mesindotama (BT Cocoa) Piter Jasman juga menekankan bahwa petani Indonesia harus meningkatkan produksi kakao di dalam negeri untuk meminimalkan impor. Hal ini dapat menjadi peluang yang bagus, apalagi permintaan di kawasan Asia Pasifik selalu mengalami peningkatan.
"Di petani itu rata-rata produksi 400kg per-hektare (ha) per tahun, kalau dengan teknologi yang benar, produksi itu bisa mencapai 2 ton per-ha per tahun. Jadi kami lebih fokus dengan ditingkatkan dulu produksinya, supaya income untuk petani meningkat," kata Piter.
Peningkatan produksi ini dilakukan agar Indonesia dapat mengurangi impor kakao dari luar negeri. Seperti diketahui, setiap tahun Indonesia masih mengimpor sekitar 250 ribu ton biji cokelat dari luar negeri. Kata Piter, bila dihitung, nominalnya kurang lebih mencapai US$600 dolar untuk impor bahan baku demi keperluan dalam negeri.
Apabila produksi petani dalam negeri dapat ditingkatkan, maka peluang untuk meningkatkan ekspor ke wilayah Asia Pasifik dapat terbuka lebar. Inilah yang dilihat oleh para pengusaha sebagai kesempatan bagus dalam investasi hijau.
Baca Juga: Pemerintah libatkan tiga perusahaan asing jadi konsultan pembangunan ibu kota baru
"Jika Papua ada 30% lahan yang bisa dikembangkan produk pertaniannya, maka kami setuju jangan lagi sawit. Kita harus kembangkan kakao yang jelas sudah ada permintaan, itu kita harus dukung. Nah ini perlu didorong, karena ini menghasilkan devisa bagi negara," tutup Piter.
Tak hanya itu, peningkatan produksi dalam negeri juga secara tidak langsung dapat membantu kehidupan dari 95% petani perorangan. Di mana mereka akan terbantu dari segi lapangan pekerjaan. Berbagai keunggulan inilah yang dimiliki Indonesia dan perlu didorong oleh berbagai pihak untuk hasil yang lebih baik di masa mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News