Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Lamgiat Siringoringo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah pandemik corona Kementerian Pertanian meminta agar para petani menggenjot produktivitas komoditas pertanian termasuk perkebunan. Salah satu hal yang menjadi sorotan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo adalah bagaimana petani menjaga kualitas agar bisa berdaya saing di dunia. Termasuk menjaga produk perkebunan dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Nah, di tengah kondisi pandemik corona yang membatasi ruang gerak individu tak membuat para petani patah semangat untuk meningkatkan produktivitas maupun kualitas produk. Termasuk para pekebun yang tergabung dalam Regu Pengendalian OPT (RPO). RPO yang dibentuk dari kelompok tani atau gabungan kelompok tani tetap secara aktif dan dinamis bergerak melaksanakan kegiatan pengendalian OPT di lapangan, dengan selalu memerhatikan protokol kesehatan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan kegiatan, RPO berkoordinasi dengan Brigade Proteksi Tanaman (BPT) yang berada di UPTD Perlindungan Perkebunan di masing-masing Provinsi, dan BPT UPT Pusat dilakukan secara daring. Salah satunya, RPO Gotong Royong dari Provinsi Gorontalo. RPO yang terbentuk dua tahun silam ini telah mampu menghasilkan rupiah dari jasa pengendalian OPT yang diberikannya kepada warga sekitar.
“Di tengah pandemi ini, kami tetap gerak. Bukan hanya kita yang mau sehat, kakao juga kudu sehat, jadi OPT harus dibasmi, kalo dibiarin aja kakaonya mati, kita malah jadi pusing dan jadi tidak sehat semuanya,” ujar Koordinator RPO Gorontalo Slamet saat dihubungi via media daring oleh tim Brigade Proteksi Tanaman (BPT) Pusat dalam siaran pers yang diterima KONTAN, Selasa (22/9).
Gusti, Tim Pendamping Petani Kakao menyebutkan OPT yang banyak menyerang kakao di lahan sekitar yaitu hama Penggerek Buah Kakao (PBK). “Jika tidak dikendalikan, larva PBK mampu menyebabkan biji buah kakao saling lengket sehingga menyebabkan kualitas dan kuantitas produksi buah menurun hingga 70%. Kita lakukan sarungisasi biar ulatnya ga bisa masuk ke buah, kita aja disuruh pake masker, kakaonya jadi nya dimaskerin juga,” katanya.
Metode sarungisasi ini dilakukan saat buah masih sangat muda, pentil berukuran kurang lebih 8 cm. Dengan berbekal peralatan sederhana yang terdiri dari karet gelang, pipa paralon, dan plastik, metode sarungisasi ini dapat mencegah imago PBK meletakkan telur pada kulit buah kakao sehingga larva tidak akan menggerek ke dalam buah.
Kedua ujung plastik dilubangi agar udara dapat bertukar dan tidak lembab. Metode ini juga merupakan salah satu komponen PHT yang cenderung ramah lingkungan karena tidak menimbulkan residu kimiawi, resurgensi dan resistensi hama, serta sangat mudah dilakukan. Pemakaian plastik dapat berulang pada musim buah selanjutnya.
Usaha tidak akan mengkhianati hasil, buah kakao sebanyak lebih dari 1 ton/ha dapat dipanen dengan sukacita oleh Slamet beserta regunya. Harga kakao juga cenderung selalu bersahabat di angka Rp. 38.000,00 untuk kakao fermentasi, dan Rp. 20.000,00 untuk kakao non fermentasi.
Semangat RPO Gotong Royong ini patut diapresiasi karena dengan semangat bergotong royong mampu tetap menjaga kesehatan diri dan tanaman kakaonya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News