kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mentan: Indonesia tidak memerlukan standar IPOP


Kamis, 14 April 2016 / 18:04 WIB
Mentan: Indonesia tidak memerlukan standar IPOP


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Wacana pembubaran Managemen Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) semakin memanas. Kini giliran Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang angkat bicara. 

Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Kamis (14/4), Amran menegaskan Indonesia tidak memerlukan IPOP. Sebab, Indonesia sudah memiliki standar tersendiri yakni Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk perkebunan sawit berkelanjutan.

Menurut Amran protes terkait implemntasi IPOP juga kerap disuarakan petani kelapa sawit di sejumlah daerah setelah sawit yang mereka produksi ternyata ditolak oleh industri sawit yang menguasai pasar. 

IPOP adalah perjanjian yang dibuat bersama raksasa-raksasa industri sawit, akhir 2014. Mereka berjanji untuk tidak menampung sawit dari lahan hasil deforestasi, gambut, lahan dengan stok karbon tinggi (HCS).

"Saya tegaskan kita tidak memerlukan standar lain untuk sawit selain ISPO," ujar Mentan.

Amran menjelaskan ISPO saat ini didorong menjadi standar yang diterima secara internasional bersama dengan standar yang dikembangkan Malaysia, MSPO (Malaysian Sustainable Palm Oil). 

Ia juga meminta agar kampanye hitam untuk kelapa sawit dihentikan. Pasalnya, ada 16 juta jiwa masyarakat yang bergantung secara langsung dengan usaha perkebunan sawit. Jumlahnya membengkak hingga 30 juta jiwa jika menghitung lapangan kerja tidak langsung.

"Orangutan harus kita perhatikan. Tapi orang benerannya juga diperhatikan," imbuhnya.

Dia mengingatkan, jika masyarakat tidak bisa hidup dari kebun sawit yang dikhawatirkan adalah mereka akan melakukan penebangan liar yang pasti berdampak negatif bagi kelestarian hutan.

Dirjen Perkebunan Kementan Gamal Nasir menegaskan pemerintah pasti akan membubarkan IPOP. Pembubaran itu akan dikoordinasikan langsung oleh Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. 

"Akan ada pembahasan bersama untuk membubarkan IPOP," kata dia. 

Sementara itu anggota DPR Komisi IV Hamdani mendesak pemerintah tegas melarang IPOP. Dia khawatir, jika kesepakatan raksasa sawit itu dilaksanakan akan menimbulkan konflik sosial.

"Kalau IPOP dilaksakan, yang kesulitan adalah petani rakyat swadaya yang tanamannya baru ditanam," kata dari anggota dari Fraksi Nasdem itu.

Hamdani menyatakan, jika disepakatinya IPOP adalah terkait isu lingkungan hidup, maka alasan itu tidak tepat. Pasalnya, Indonesia telah telah memiliki standard Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk menjamin kelestarian hutan. "Jadi IPOP tidak diperlukan lagi. Janganlah kita menuruti aturan asing untuk menentukan standard keberlanjutan," katanya.

Soal potensi kartel, Hamdani mengingatkan, KPPU sudah melakukan dan akan menyelidiki potensi kartel dari IPOP. Menurut dia, IPOP melanggar UUD 1945 pasal 33, terutama ayat (4) yang menjelaskan, perekonomian nasional diselenggarakan atas demokrasi ekomomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×