Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permasalahan pangan menjadi bahasan yang menarik, dimana kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terkadang masalah logistik kerap jadi perhatian utama.
Terutama logistik dalam sektor pangan, yang mana komoditi pangan baik hasil pertanian ataupun peternakan memiliki risiko kerusakan tinggi jika proses penyimpan kurang tepat, atau rantai dingin yang salah.
Baca Juga: Gojek Xcelerate batch 3 menyaring sembilan start up di ajang demo day
Rantai pasok bahan pangan yang sering dianggap jadi penyebab harga bahan pangan naik turun. Tak hanya itu suplai bahan pangan yang terlalu panjang juga andil di dalamnya. Melihat itu Etanee resmi meluncur pada Agustus 2017 yang memiliki fungsi menyederhanakan rantai pangan di Indonesia.
Aplikasi Etanee lebih dari sekedar e-commerce atau toko online. Secara model bisnis, Etanee menggabungkan tiga rantai bisnis utama yaitu rantai pasokan di hulu meliputi digitalisasi kegiatan produksi peternakan dan pertanian, lalu di rantai tengah manajemen logistic pasca-panen dan system distribusi hingga ke tangan konsumen akhir di bagian hilir.
Etanee digagas oleh Cecep Mochamad Wahyudin sebagai Co-Founder dan CEO Etanee bersama Herry Nugraha selaku Co-Founder dan COO Etanee.
Herry menjelaskan yang membedakan Etanee dengan platform lain ialah pada layanan yang meliputi pasokan pangan segar dan kering. Etanee tersedia dalam tampilan aplikasi di Android dan WebApps serta akan hadir di versi iOS pada akhir Februari ini.
Baca Juga: Harga sejumlah komoditas pangan naik, kinerja Menteri Perdagangan disorot
Dua model bisnis di Etanee, pertama ialah sebagai platform digital supply chain di rantai raw material yang sediakan bahan pangan beku dan segar.
Produknya mulai dari sayur, tahu, tempe, buah, daging, bumbu dapur, beras, minyak goreng, gula dan sembako lainnya yang bekerja sama dengan enam mitra.
Selain memasok dari para mitra tersebut, Etanee juga sudah memiliki 20 titik stokist atau gudang penyimpang di delapan kota yaitu, Jabodetabek, Cianjur, Cipanas dan Bandung.
Kedua Etanee sebagai platform digital yang sediakan bahan pangan siap makan. Herry menyebut pengguna dapat memesan dengan warung makan, kios, restoran, warung rakyat yang didigitalisasi menggunakan Etanee.
"Diferensiasi ada di rantai di B2B terutama cold chain atau rantai dingin yang buat harga pangan itu naik turun. Bahan pangan berbasis pertanian kalau nggak bisa dijaga jadi cepat busuk rusak dan harganya hancur. Nah kita ciptakan rantai dingin, saat panen raya produk itu bisa disimpan, sehingga punya life time, harga stabil, supply stabil," jelas Herry.
Baca Juga: Kemenkop dan UKM bertekad mengurangi dominasi susu impor
Etanee juga memastikan di hulu mitra mereka dapat membina para petani dan peternak rakyat. Karena misi sosial Etanee adalah bagaimana rantai pasok pangan dikuasai oleh masyarakat itu sendiri bukan satu dua pemain besar saja.
Pengguna nantinya otomatis akan diarahkan sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya pengguna akan membeli grosir maka sistem akan mengarahkan ke stokist atau mitra grosir Etanee, dan sebaliknya bagi yang ingin membeli bahan pangan secara curah.
Tak perlu repot nantinya akan ada kurir yang mengantarkan pesanan ke alamat pemesan. Herry menyebut selain dapatkan kualitas bahan pangan yang terjamin kesegarannya, pengguna juga dapatkan harga yang kompetitif.
Etanee memberikan harga sampai 20% lebih murah dari pasar lantaran penyederhanaan rantai distribusi bahan pangan.
Etanee juga sediakan kesempatan bagi kaum ibu dan masyarakat umum untuk berwirausaha dengan menjadi agen Etanee. Kini sudah ada 2.500 agen terdaftar di Etanee. Para agen dapat jadi perpanjangan stokist Etanee dengan menjual ke lingkungan sekitar mereka.
Baca Juga: Belanja pemerintah pusat turun 6,2% di Januari, ini penyebabnya
"Jadi misal ada ibu-ibu yang mau usaha sembako bisa jadi agen, cukup sediakan tempat di rumahnya, gudang kapasitas kecil gitu istilahnya. Nanti ada shared 3% dari total gross sell," jelas Herry.
Total sudah ada 10.000 pengguna Etanee, dan uniknya tiap bulan rata-rata ada pertambahan 1.000 user ditiap kota diungkapkan Herry. Targetnya hingga akhir tahun ini Etanee ingin memiliki 100.000 user aktif. Untuk Stokist, Etanee ingin menggenjot menjadi 100 titik, dan agen mencapai 5.000 orang.
"Pertengahan tahun masuk ke Jawa Tengah, ini mulai masuk Cirebon, Majalengka, Indramayu, terus masuk Tegal hingga Jawa Tengah. Jadi berjalan itu juga berlaku buat ekspansi ke arah barat dari Tangerang lalu ke Banten nanti," jelasnya.
Pendanaan masih jadi kendala di Etanee, oleh karenanya Herry menyebut sudah mulai membuka pintu bagi investor di awal 2020 ini.
Selain ekspansi, tingkatkan pengguna, agen dan stokist, Etanee juga ingin memperluas kerjasama pengiriman produk pangan di Etanee.
Saat ini diakui memang menggunakan pihak ketiga dalam pengiriman. Namun Herry berharap nantinya dapat ada kerja sama dengan perusahaan ojek online guna maksimalkan pengiriman.
Baca Juga: Delapan bendungan ditargetkan selesai di tahun 2020
"Kami juga berharap ke depan bisa mensuplai para merchant di aplikasi pesan makanan online juga. Jadi pelaku usaha kuliner belanja bahan baku mudah dan efisien mereka ngga perlu repot pagi harus belanja cukup dari aplikasi," ungkapnya.
Pesanan terbanyak di Etanee ada di wilayah Bogor, Cianjur, dan Cipanas, yaitu 1.500 sampai 2.000 sehari namun Herry mengakui jumlah tersebut mungkin capai 10.000 jika digabung dengan wilayah Etanee lainnya.
"Kan ada pilot baru juga, kalau sudah masuk Jakarta mungkin capai 10.000, kita belum scale up. Target sih maunya tiap bulan bisa meningkat 3 kali lipat," jelas Herry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News