Reporter: Gentur Putro Jati |
KEPULAN asap bisnis rokok di tahun 2010 akan berubah arah seiring dengan rencana pemerintah mengerek tarif cukai mulai 1 Januari 2010.
Ya, sejak malam pergantian tahun 2010, tarif cukai rokok akan naik bervariasi dari sekitar Rp 15 hingga Rp 35 per batang. Alhasil, harga jual eceran (HJE) pun akan ikut meningkat.
Beleid anyar tersebut akan membuat sebagian pemain di bisnis rokok, terutama yang skalanya kecil, megap-megap. Dengan kata lain, produsen rokok akan terseleksi secara alamiah.
Guntur, Direktur pabrik rokok Janur Kuning di Semarang menghitung, keuntungan perusahaannya bisa mengerut sebesar 60% jika kebijakan tersebut mulai berlaku nanti. Saat ini, dari setiap penjualan 2.400 batang rokok, ia mengeruk keuntungan Rp 25.000. "Kalau cukai naik Rp 15 per batang, untungnya hanya Rp 10.000," katanya. Itulah sebabnya, ia khawatir beleid anyar itu akan mengganggu bisnisnya. Kalau ingin mempertahankan laba, ia harus mengurangi tenaga kerja.
Skenario yang sama pilunya juga sudah dibayangkan oleh Kasripan, Kepala Seksi Cukai Sukun. Ia tengah menyiasati agar tidak merumahkan karyawan tahun depan meski harus mengurangi jumlah produksi rokok sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret kretek tangan filter (SKTF). "Berdasar kenaikan tarif cukai yang sudah-sudah, produksi pasti kami turunkan 10%-20%," kata Kasripan.
Jika produsen rokok skala kecil pusing memikirkan cara untuk menyiasati kenaikan cukai rokok tahun depan, tampaknya, produsen rokok besar lebih bisa bertahan. Buktinya, PT HM Sampoerna Tbk yang saat ini menguasai 29% pangsa pasar rokok nasional belum berniat menaikkan harga jualnya tahun depan.
"Karena keputusan menaikkan harga tidak hanya tergantung tarif cukai," jelas Niken Rachmad, Direktur Komunikasi HM Sampoerna.
Penerimaan APBN 2010
Baik Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Muhaimin Moeftie maupun Ismanu Soemiran, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) melihat fenomena kenaikan cukai rokok tersebut dari sisi yang lain.
Ismanu menjelaskan, kenaikan tarif cukai memang bisa menjadi alat untuk membendung pertumbuhan produsen rokok skala kecil yang yang telah meroket dari 600 produsen pada tahun 1998 menjadi 3.000-an perusahaan pada tahun 2009 ini.
"Kretek dibuat sangat gampang, sehingga industri perumahan muncul dengan sangat signifikan," kata Ismanu. Sialnya, pertumbuhan ini industri rokok rumahan ini dibarengi dengan peredaran pita cukai palsu yang semakin marak.
Selain itu, isu kesehatan yang berkaitan dengan bahaya rokok ini juga semakin menyebar di tengah masyarakat. Karenanya, tren konsumsi rokok juga bergeser, yakni dari rokok kretek, kemudian bergeser ke rokok filter dan bergeser lagi ke rokok mild. Kini, yang terbaru, rokok slim sedang ngetren.
Lebih dari itu, pemerintah juga menaikkan tarif cukai rokok ini demi untuk mencapai target penerimaan dalam Anggaran dan Pendapatan (APBN) 2010. Bujet penerimaan dari sektor cukai hasil tembakau tahun depan mencapai Rp 55,9 triliun.
Karenanya, Muhaimin menyorongkan solusi. "Keputusan menaikkan harga bisa dilakukan oleh perusahaan yang memiliki merek kuat di masyarakat. Namun, yang mereknya tidak kuat kenaikan tarif cukai itu bisa diserap dengan mengurangi margin (keuntungan), sehingga harganya tetap. Atau kombinasi dari keduanya," timbuh Muhaimin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News