kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meski Belum Sempurna, Asaki Minta Kebijakan HGBT Dilanjutkan


Senin, 25 Maret 2024 / 14:47 WIB
Meski Belum Sempurna, Asaki Minta Kebijakan HGBT Dilanjutkan
ILUSTRASI. Asaki mendukung kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) mengingat dampaknya begitu besar bagi industri tersebut./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/09/03/2017.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mendukung dilanjutkannya kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) mengingat dampaknya begitu besar bagi industri tersebut.

Sekadar catatan, industri keramik sangat membutuhkan gas dalam kegiatan operasionalnya. Adapun biaya energi gas berkontribusi sekitar 30% terhadap total biaya produksi keramik.

Ketua Umum Asaki Edy Suryanto menilai, HGBT terbukti mampu meningkatkan utilitas kapasitas produksi keramik nasional. Sejak diterapkannya HGBT pada 2020 lalu, industri keramik telah menerima investasi baru sekitar Rp 20 triliun yang mampu menyerap lebih dari 12.000 tenaga kerja.

Baca Juga: Datangkan Banyak Manfaat, Kemenperin Minta HGBT Tetap Dilanjutkan

Kontribusi pembayaran PPN dan PPh dari industri keramik nasional juga tumbuh 30% semenjak diterapkannya HGBT. 

"Kebijakan ini juga membuat kinerja ekspor keramik dalam tren yang membaik," kata Edy, Senin (25/3).

Di sisi lain, Asaki menyadari penerapan HGBT belum begitu optimal akibat beberapa faktor. Salah satunya adalah pemberlakuan Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) dan gangguan suplai gas dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN) naik di Jawa Bagian Barat dan Timur. 

Kedua wilayah tersebut terdampak oleh pembatasan pemakaian gas sebanyak 65% untuk Jawa Bagian Barat dan 75% untuk Jawa Bagian Timur.

Jika pemakaian gas melebihi batas AGIT, maka pelaku usaha dikenakan harga gas normal yang sangat mahal yakni US$ 15 per MMBTU. 

Baca Juga: Kebijakan HGBT Dinilai Gagal, Begini Saran Ekonom

"Industri keramik terpaksa mengurangi kapasitas produksi, karena tingginya tarif surcharge gas tersebut membuat produk keramik menjadi tidak berdaya saing," ungkap dia.

Selain itu, masalah juga muncul berupa kurangnya kepastian HGBT dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 121 Tahun 2020. 

Contohnya, terjadi perlambatan dalam persetujuan tambahan alokasi volume gas baru untuk industri-industri keramik yang telah melakukan ekspansi kapasitas produksi dan industri eksisting yang telah meningkatkan kembali utilitas produksinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×