Reporter: Handoyo | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Petani dan asosiasi jagung meminta pemerintah untuk meningkatkan peluang diversifikasi produk olahan jagung agar lebih bernilai dan memiliki daya serap. Langkah ini sebagai antisipasi harga jagung yang fluktuatif dan ketergantungan terhadap jagung impor.
Selain perusahaan pengolahan pakan ternak yang membutuhkan penyerapan hingga 5 juta ton, industri pengolahan pangan berbahan jagung seperti produk mie dan bihun berpeluang untuk mendongkrak industri pertanian jagung.
Maxdeyul Soya, Sekretaris Dewan jagung Nasional, mengatakan, dengan adanya pabrik pengolahan jagung, khususnya untuk produk pangan, bakal mendorong kegairahan petani jagung untuk terus bertahan. Selain itu akan banyak menyerap tenaga kerja.
Selama lima tahun belakangan, Sola mencatat terdapat 20 perusahaan pengolahan mie atau bihun yang berasal dari jagung. Munculnya perusahaan pengolahan mie dari jagung ini akan meningkatkan minat petani untuk menanam jagung hingga 15%.
Salah satu perusahaan pengolahan mie atau bihun dari Jagung adalah PT Subafood Pangan Jaya. Ihsan Adi, staf promosi PT Subafood Pangan Jaya, mengatakan, respons masyarakat terhadap produk mie jagung cukup baik. "Meski masih kalah bersaing dengan mie dari tepung beras, kualitas mie berbahan baku jagung ini tetap unggul," kata Ihsan kepada KONTAN hari ini (9/11).
Kapasitas produksi mie jagung buatan PT Subafood Pangan Jaya, dalam sehari sekitar 8 ton mie. Bahan baku pembuatan mie jagung berasal dari petani lokal dari daerah Cilegon dan wilayah Sumatera.
Saat ini pemasaran mie jagung PT Subafood Pangan Jaya, sudah merambah ke beberapa wilayah, seperti Jawa, Sulawesi, dan Bali. Bahkan, sampai diekspor hingga ke Singapura dan Belanda.
Seperti halnya dengan Ihsan, Sola optimistis dengan berkembangnya industri pengolahan makanan berbasis Jagung, menjadikan petani lebih bersemangat. "Kalau serapannya jelas, secara otomatis petani akan lebih senang," kata Sola.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News