kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minta penundaan setahun, Bos Freeport: Smelter tembaga proyek rugi


Jumat, 04 September 2020 / 19:09 WIB
Minta penundaan setahun, Bos Freeport: Smelter tembaga proyek rugi
ILUSTRASI. Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas menyampaikan paparan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (19/2/2020). Dalam RDP itu direksi PT Freeport Indonesia menjelaskan langkah korporasi p


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Freeport Indonesia (PTFI) kembali buka-bukaan bahwa proyek smelter tembaga yang saat ini tengah dibangun merupakan proyek yang merugikan secara finansial.

Presiden Direktur PTFI Tony Wenas membeberkan, proses penambangan dimulai dari bijih yang kemudian diolah menjadi konsentrat tembaga. Nilai tambah dari pengolahan bijih ke konsentrat mencapai 95%.

Sementara itu, pengolahan dari konsentrat menjadi katoda tembaga yang dilakukan di smelter nilai tambahnya mini, yakni hanya 5%.

"Ya memang rugi, kalau proyek rugi saya bilang untung kan menyesatkan," kata Tony dalam webinar yang digelar Jum'at (4/9).

Baca Juga: Freeport Indonesia workers end protest over Covid-19 lockdown

Tony menjelaskan bahwa smelter akan mendapatkan pemasukan dari Treatment Charge and Refining Charge (TCRC). Saat ini, harga TCRC yang hampir berlaku di seluruh dunia berkisar di angka US$ 20 cent - US$ 24 cent per ton tembaga, yang nilainya itu tidak berubah dalam 20 tahun terakhir.

Namun pada awal Maret saat pandemi covid-19 merebak, harganya malah turun ke level US$ 18 cent per ton. Padahal dengan proyek smelter tembaga yang membutuhkan investasi US$ 3 miliar, Tony menghitung bahwa nilai TCRC agar layak secara keekonomian harus mencapai level US$ 60 cent per ton.

"Sedangkan kalau kita smelt di tempat lain, kan US$ 20 cent cukup. jadi akan ada selisih US$ 40 cent yang harus menjadi beban PTFI," ungkap Tony.

Jika dihitung, selisih tersebut bisa mencapai US$ 300 juta per tahun. Menghitung masa izin PTFI selama 20 tahun ke depan, maka secara kumulatif selisih itu akan menjadi sekitar US$ 6 miliar. "Ditambah dengan pembangunan sebesar US$ 3 miliar, kira-kira US$ 10 miliar," jelasnya.

Tony bilang, pihak yang paling dirugikan atas kondisi tersebut adalah PTFI  bersama para pemegang saham. Termasuk holding tambang BUMN MIND ID atau Inalum yang memiliki saham mayoritas sebesar 51,2%.

Terlebih, serapan pasar di dalam negeri juga belum terbentuk. Tony memberikan gambaran, saat ini PTFI memiliki satu smelter tembaga, yakni PT Smelting dengan komposisi kepemilikan 20%.




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×