kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.932   28,00   0,18%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Minta segera disusun, pelaku usaha soroti peraturan turunan dari UU Minerba baru


Minggu, 17 Mei 2020 / 20:10 WIB
Minta segera disusun, pelaku usaha soroti peraturan turunan dari UU Minerba baru
ILUSTRASI. Kendaraan truk melakukan aktivitas pengangkutan ore nikel ke kapal tongkang di salah satu perusahaan pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Rabu (6/11/2019). Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM telah memutuskan mel


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

Menurutnya, perlu segera disusun PP yang mengatur perlakuan perpajakan untuk kegiatan usaha pertambangan batubara. Begitu juga yang terkait dengan pengaturan peningkatan nilai tambah atau hilirisasi untuk komoditas batubara.

"Karena PP itu nanti akan mengatur aturan perpajakan, yang mana kewajiban perusahaan ke negara akan lebih tinggi. Soal hilirisasi, untuk mineral akan diatur dalam PP. Untuk batubara teknisnya perlu diatur di peraturan pelaksanaan," kata Hendra.

Dihubungi terpisah, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) juga menyoroti pengaturan mengenai hilirisasi. Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey menyatakan, pihaknya mempertanyakan pengaturan Pasal 170 A ayat (1) dalam UU Minerba baru,

Pasal tersebut mengatur adanya ekspor produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu dengan jangka waktu paling lama tiga tahun sejak UU minerba baru ini mulai berlaku.

Ketentuan ekspor itu diberikan bagi perusahaan mineral yang telah memiliki, sedang dalam proses pembangunan smelter maupun yang telah melakukan kerjasama dalam pengolahan dan/atau pemurnian.

"Harus ditegaskan dalam peraturan pelaksanaannya, terutama jenis mineral mana yang diperbolehkan melakukan ekspor," ungkap Meidy kepada Kontan.co.id, Sabtu (16/5).

Baca Juga: Menguji Konstitusionalitas UU Minerba

Meidy berharap, tidak ada tebang pilih yang memberatkan penambang nikel swasta dengan penanaman modal dalam negeri. Pasalnya, setelah adanya percepatan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah per 1 Januari 2020 lalu, perusahaan dengan finansial terbatas sulit untuk melanjutkan pembangunan smelternya.

"Kalau mineral lain boleh, alasan apa nikel tidak boleh ekspor? Harus diatur dengan jelas dan tegas dalam PP atau Permen dan dilaksanakan secara konsisten, jangan seperti kemarin, harusnya ekspor sampai 12 Januari 2022 tiba-tiba dihentikan," tegas Meidy.

Lebih lanjut, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli juga menegaskan bahwa untuk melihat dampaknya terhadap iklim investasi, masih harus dilihat sejauh mana aturan turunan berupa PP hingga regulasi teknis dalam Kepmen/Permen ESDM bisa menerjemahkan apa yang ingin dituju oleh UU Minerba baru.



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×