kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mitra Grab ini merasa dirugikan oleh program Gold Captain Grab Indonesia, kenapa?


Rabu, 23 September 2020 / 10:53 WIB
Mitra Grab ini merasa dirugikan oleh program Gold Captain Grab Indonesia, kenapa?
ILUSTRASI. Ilustrasi Grab


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seorang mitra pengemudi Grab, Darajat Hutagalung, merasa dirugikan oleh program yang diluncurkan oleh perusahaan transportasi daring Grab. Program Gold Captain Grab Indonesia dilaporkan mitra tersebut tidak memberikan fasilitas yang sesuai dengan dijanjikan.

Dalam video yang dibagikan oleh akun Youtube, Tagar TV, pada 18 September 2020 itu Darajat mengatakan dirinya merasa dirugikan karena adanya informasi berbeda yang diterima oleh mitra baik dari brosur dibandingkan dengan yang tertera dalam kontrak terkait rekrutmen yang dikeluarkan oleh PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) yang notabene adalah afiliasi dari PT Solusi Transportasi Indonesia atau Grab Indonesia.

“Di dalam isi perjanjian itu tidak disebutkan mengenai kepemilikan, hanya sewa-menyewa. Yang paling aneh dalam selebaran yang kami terima, di sana tidak disebut kemitraan,” tuturnya dalam keterangan pers yang diterima Kontan.co.id, Rabu (23/9).

Selanjutnya, ia juga mengaku tidak diizinkan untuk membaca isi kontrak dan tidak diperkenankan menerima salinannya hingga setahun kemudian dengan alasan perjanjian itu perlu mendapat persetujuan dari kantor pusat TPI di Jakarta.

Baca Juga: Ekonom : Grab lebih butuh merger daripada Gojek

Menurut Darajat, ketertarikan dirinya bersama 29 orang rekan pengemudi lainnya untuk bergabung dalam program Gold Captain Grab Indonesia karena adanya iming-iming kepemilikan mobil setelah lima tahun mencicilnya serta fasilitas kemudahan memperoleh order karena mitra peserta program itu akan diprioritaskan. Pembayaran cicilan itu dilakukan oleh pihak Grab dengan memotong pendapatan mingguan mitra peserta program.

Namun, sejak bergabung di program itu, Darajat dan rekan-rekannya mengalami banyak kejanggalan, yakni salah satunya tidak langsung menerima 1 unit mobil dikarenakan masih ada uang yang mengendap di dompet kreditnya saat menjadi mitra individu Grab. Kemudian, kata dia, kontrak itu juga memuat target minimal argo yang lebih besar dari informasi awal, yaitu dari Rp 1,7 juta per minggu menjadi Rp 3 juta  per minggu.

“Kalau itu kami ketahui dari awal, kami tidak akan ikut program tersebut. Tidak akan ada yang sanggup,” ujarnya.

Kejanggalan lain yang ditemukan adalah perubahan nama program dari sebelumnya Program Gold Captain menjadi Program Loyalitas. Hal itu ditekankan dalam selebaran yang ditandatangani Ridzki Kramadibarata yang adalah Managing Director Grab saat itu.

Atas kejanggalan itu, Darajat pun membawa kasus ini ke ranah hukum setelah jalur kekeluargaan yang coba ditempuh gagal. Namun alih-alih kasus perdatanya terselesaikan, Darajat bersama mitra pengemudi senasib lainnya justru dituduh menggelapkan mobil Daihatsu Sigra yang diperolehnya dari mengikuti Program Gold Captain Grab Indonesia. Padahal, unit mobil tersebut tidak pernah berusaha disingkirkannya.

Hingga kini, kasus pidana yang dialami Darajat masih dalam proses sementara unit mobil yang diperkarakan telah diambil alih oleh Polda Sumatera Utara.

“Saya lihat ini menyalahi peraturan Kapolri tentang SPDP. Pasal 14 ayat 1 itu menyatakan SPDP diberikan kepada pelapor, dan kepada saya. Saya sudah tiga bulan lebih menjadi tersangka, tapi statusnya tidak jelas. Psikologis saya terganggu, mobil diambil dan tidak bisa bekerja. Maka kepada Bapak Presiden, terutama kami minta, tolong perhatikan kami ini. Banyak seperti kami ini yang terdzolimi, di daerah-daerah, hingga belasan ribu yang mengeluh. Kami dirugikan Rp 800.000 per minggu per orang kalau mengikuti program ini. Jika dikalikan belasan ribu, jadi berapa itu,” ujar Darajat.

Baca Juga: Isu merger kembali menerpa, Grab dinilai lebih butuh Gojek untuk bertahan

Sementara itu, Grab dan PT TPI belum lama ini diputus bersalah oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas kasus pemberian order prioritas kepada mitra yang berada di bawah naungan TPI dibandingkan kepada mitra non-TPI. Kasus ini diadukan oleh mitra non-TPI yang beroperasi di Medan. 

Dalam putusannya, KPPU memutuskan PT Solusi Transportasi Indonesia atau yang selama penangangan perkara telah berganti nama menjadi PT Grab Teknologi Indonesia yang adalah pihak Terlapor I, dan PT TPI sebagai Terlapor II terbukti bersalah melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp 7,5 miliar dan Rp 4 miliar, serta Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp 22,5 miliar dan Rp 15 miliar.

Tidak puas atas putusan KPPU tersebut, pihak Grab diketahui telah mengajukan banding ke Pengadilan Negeri tapi belum ada putusan hingga kini.

Selanjutnya: Grab Indonesia kenalkan Geofencing di tengah PSBB Jakarta jilid II

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×