Reporter: Benediktus Krisna Yogatama, Widyanto Purnomo | Editor: Yudho Winarto
BOGOR. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi membuka ruang peralihan penggunaan mobil berbahan bakar bensin menuju mobil berbahan bakar solar. Maklum, harga bahan bakar solar bersubsidi masih lebih murah jika dibandingkan dengan harga bahan bakar bensin bersubsidi.
Mengacu data kenaikan BBM subsidi yang dipatok pemerintah, harga bensin bersubsidi naik dari harga semula Rp 6.500 per liter menjadi Rp 8.500 per liter. Sementara harga solar bersubsidi naik dari Rp 5.500 per liter menjadi Rp 7.500 per liter. Artinya, harga solar bersubsidi masih lebih murah jika dibandingkan harga bensin bersubsidi.
Supranoto, Marketing Direktur PT Isuzu Astra Motor Indonesia bilang, selain faktor harga solar bersubsidi yang lebih murah, konsumsi mobil diesel berbahan bakar solar rata-rata lebih irit jika dibandingkan dengan mobil berbahan bakar bensin. "Makanya akan ada perpindahan peralihan pemakaian mobil diesel, karena mobil diesel lebih irit dan harga solar subsidi lebih murah dari bahan bakar lain," terang Supranoto, Selasa (18/11) di Bogor.
Namun begitu, Supranoto mengaku belum bisa menghitung berapa besar potensi kenaikan penjualan mobil diesel tersebut. Ia juga belum bisa menghitung berapa potensi kenaikan penjualan mobil diesel milik Isuzu. Supranoto hanya bilang, tren imigrasi konsumen ke mobil bermesin diesel sudah terjadi sejak lima tahun belakangan ini.
Supranoto memberi contoh, lima tahun lalu, mobil sport utility vehicle (SUV) premium berbahan bakar bensin menguasai 70% pangsa pasar. Adapun 30% sisa pasar dikempit oleh SUV berbahan bakar diesel. Namun belakangan ini, peta penjualannya sudah mulai terbalik.
Menurut Supranoto, 60% pasar mobil SUV premium sudah diambil oleh SUV berbahan bakar diesel. Adapun sisanya sebesar 40% diraih oleh SUV berbahan bakar bensin. Adapun potensi pasar mobil di segmen SUV ini diperkirakan 50.000 unit sampai 60.000 unit per tahun.
Konsumsi bahan bakar yang lebih irit pada kendaraan bermesin diesel membuat kendaraan ini banyak digunakan oleh pelaku usaha. Supranoto menjelaskan, pelaku usaha memiliki pertimbangan biaya operasional saat memilih kendaraan operasional.
Untuk kendaraan berpenumpang bermesin diesel ini, Isuzu punya beberapa merek di kelas SUV dan kelas multi purpose vehicle (MPV). Selain itu, Isuzu juga memiliki mobil niaga bermesin diesel di kelas light commercial vehicle dan commercial vehicles. "Isuzu banyak dipakai pelaku usaha untuk operasional dan mobilitas mereka," ujarnya.
Dukung kebijakan BBM
Kenaikan harga BBM bersubsidi yang diputuskan oleh pemerintah mendapat dukungan dari industri otomotif nasional. Jongkie Sugiarto, ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) bilang, kenaikan harga BBM subsidi diharapkan bisa membuat konsumen beralih memakai BBM non subsidi.
"Gaikindo mendukung kebijakan pemerintah dan berharap konsumen pengguna mobil beralih ke BBM non subsidi," kata Jongkie.
Dukungan dari Gaikindo ini cukup beralasan, sebab kualitas BBM subsidi dengan BBM non subsidi berbeda. BBM subsidi memiliki kandungan oktan rendah yakni RON 88. Adapun BBM non subsidi memiliki kandungan oktan lebih tinggi, rata-rata di atas 92. Semakin tinggi oktan BBM tersebut, semakin tinggi pula kualitas mesin mobil yang menggunakannya. "Kualitas bahan bakar di Indonesia ini masih euro 2, negara lain sudah euro 4," kata Jongkie.
Adapun soal kemungkinan adanya peralihan penggunaan mobil berbahan bakar bensin ke diesel menurut Jongkie tidak memiliki alasan kuat. "Kami mendukung kenaikan harga BBM bersubsidi agar konsumen memakai BBM non subsidi bukan memakai solar bersubsidi," tandas Jongkie.
Menurut Jongkie, jika konsumen beralih menggunakan mobil bermesin diesel, sebaiknya memakai solar non subsidi yang berkualitas, Nah harga solar non subsidi ini harganya jelas setara dengan harga bensin non subsidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News