Reporter: Herlina KD, Maria Elga Ratri | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. Flu burung yang tidak lain disebabkan virus avian influenza (AI) mudah merebak di saat musim hujan, tak terkecuali waktu-waktu belakangan ini. Banyak peternak unggas merugi gara-gara wabah flu burung ini.
Menurut laporan dari sms gateway Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kemtan), selama Januari 2014 ada 39 kasus kematian unggas akibat AI di beberapa daerah, antara lain di Jawa Barat, Banten Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatra Barat, Lampung dan Sulawesi Selatan.
Pudjiatmoko, Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menuturkan, ada 16.428 ekor unggas yang mati, terdiri dari 2.500 ekor ayam petelur, 10.337 ekor itik dan jenis lainnya. Yang terbaru, pekan lalu 2.925 ekor itik dan 530 ekor anak itik mati di Sragen, Jawa Tengah yang ditengarai akibat virus AI.
Penyakit ini menyebar antara lain melalui penyebaran kotoran unggas akibat genangan air di area peternakan. Selain itu, kata Pudjiatmoko, pemicu berkembangnya virus AI adalah cuaca lembab di musim hujan. "Faktor lainnya, masih adanya sistem boro untuk itik, yakni itik diangon berpindah-pindah tempat," jelasnya.
Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) memiliki data yang berbeda. Ketua Umum Himpuli Ade M.Zulkarnaen mengatakan, sejak awal Januari 2014 hingga akhir pekan lalu (8/2), setidaknya ada 47.000 ekor unggas mati akibat flu burung. "Dari jumlah itu, sekitar 80% adalah itik," katanya kepada KONTAN Minggu (9/2).
Ade bilang, sejak tahun lalu virus AI yang menyerang Indonesia adalah jenis H5N1 clade 2.3.2.1 yang rentan menyerang itik. Kata Ade sebagian besar kasus ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Melihat curah hujan masih tinggi, Ade bilang serangan virus AI masih akan terjadi. Tetapi, ia berharap kerugian akan bisa ditekan karena tingkat kesadaran peternak akan bio security sudah lebih baik. Mereka melakukan penyemprotan kandang dan meminimalkan kontak manusia dan ternak.
Sebagai gambaran, Ade bilang tahun lalu virus AI menyebar selama empat bulan, sejak November 2012 - Februari 2013. Himpuli mencatat setidaknya 450.000 ekor unggas mati kala itu dengan kerugian Rp 115 miliar. Saat ini Ade belum bisa memperkirakan, namun tidak sebesar tahun lalu. Yang jelas, akibat hujan dan virus AI produktivitas telur itik melorot hingga 70%. Asal tahu saja, dari total populasi itik nasional sekitar 48 juta ekor, produksi telurnya mencapai 4,13 miliar butir pada 2013.
Namun, Ade bilang harga telur itik masih stabil di kisaran Rp 1.300 per butir lantaran permintaan juga susut. Sementara, harga daging itik kini turun dari Rp 32.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 26.000 per kg - Rp 28.000 per kg. "Konsumen takut membeli daging itik karena banyak itik yang terkena AI," ujarnya.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro bilang, Kemtan telah berkoordinasi mengendalikan dan menanggulangi virus AI, antara lain dengan membagikan vaksin AI 20.000 dosis per kabupaten. "Kemtan juga meningkatkan bio security, termasuk penyemprotan disinfektan 100 liter per kabupaten, pengetatan lalu lintas hewan, termasuk larangan menjual ayam sakit," katanya.
Saat ini Pusat Veteriner Farma Surabaya telah memproduksi vaksin H5N1 clade 2.3.2.1 untuk unggas terutama itik. Ditjen Peternakan menyiapkan 260.000 dosis stok vaksin AI clade 2.3.2.1, dimana 120.000 dosis sudah disalurkan ke 9 kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News