kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nelayan Akui Kesulitan Peroleh BBM Subsidi untuk Melaut


Kamis, 25 Agustus 2022 / 18:02 WIB
Nelayan Akui Kesulitan Peroleh BBM Subsidi untuk Melaut
ILUSTRASI. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengaku bahwa para nelayan kesulitan memperoleh BBM Solar bersubsidi. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/aww.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengaku bahwa para nelayan kesulitan memperoleh BBM Solar bersubsidi. Akibatnya, kelangsungan usaha para nelayan terganggu.

Dani Setiawan, Ketua Harian KNTI mengatakan, masalah kesulitan mendapatkan BBM subsidi sebenarnya sudah menjadi masalah klasik yang dirasakan nelayan selama puluhan tahun. Padahal, BBM merupakan aspek yang krusial bagi kelangsungan usaha para nelayan, khususnya nelayan kecil. Maklum, sekitar 60%-70% biaya pengeluaran nelayan untuk melaut ditujukan untuk membeli bahan bakar.

Ada sejumlah penyebab sulitnya nelayan memperoleh BBM subsidi. Salah satunya adalah para nelayan kesulitan untuk mengakses pembuatan surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan daerah asal nelayan yang bersangkutan.

Baca Juga: Kementerian ESDM Terus Melakukan Kajian yang Tepat dalam Penyaluran BBM Subsidi

“Jarak tempuh nelayan yang ada di desa untuk menuju kota guna mengurus surat rekomendasi terlampau jauh. Belum lagi, ada syarat-syarat seperti dokumen administrasi yang harus disiapkan juga. Kalau tidak ada itu, maka tidak bisa mengurus surat rekomendasi,” ungkap Dani, Kamis (25/8).

KNTI menyebut, sebenarnya pemerintah sudah menjalankan proyek Kusuka atau Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan. Kartu ini sudah memuat berbagai data identitas nelayan dan kapal yang dimilikinya, sehingga memudahkan proses administrasi pembuatan surat rekomendasi penggunaan BBM subsidi. Hanya memang, belum banyak nelayan yang bisa mengakses kartu tersebut.

Selain itu, infrastruktur Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Indonesia juga masih minim. Menurut catatan KNTI, sejauh ini jumlah SPBN yang beredar hanya sekitar 347 unit, sedangkan jumlah desa pesisir yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan mencapai 11.000-an desa di seluruh Indonesia.

“Seharusnya pengembangan SPBN lebih dipermudah sehingga koperasi-koperasi masyarakat yang dirasa mampu bisa ikut membangun infrastruktur tersebut,” jelas Dani.

Kembali merujuk catatan KNTI, selama periode 2016-2020 jumlah kuota BBM solar subsidi yang diterima nelayan ada di kisaran 1,9 juta kiloliter-2 juta kiloliter. Jumlah ini tak jauh berbeda ketika masuk di tahun 2021 dan 2022. Hanya saja, serapan Solar subsidi tersebut tergolong rendah di tiap tahunnya yakni hanya sekitar 26%.

“Kenyataannya di lapangan masih banyak nelayan yang tidak memperoleh Solar subsidi, meski kuotanya ada,” kata Dani.

Dengan kondisi itu, para nelayan biasanya membeli BBM solar dari pengecer yang harganya berselisih Rp 1.000-Rp 2.000 dari harga BBM solar subsidi. Hal ini tentu bisa menambah beban operasional para nelayan.

Baca Juga: Anggaran Subsidi Terancam Bengkak Jadi Rp 700 Triliun Jika Harga Pertalite Tak Naik

Memang, BBM Pertalite juga bisa dipakai oleh para nelayan, namun tidak semua jenis kapal bisa mengkonsumsi bahan bakar tersebut. Lagi pula, ketika Pertalite berstatus sebagai BBM subsidi, para nelayan mesti mengurus surat rekomendasi ke Dinas Kelautan dan Perikanan. Lagi-lagi, masalah kesulitan akses memproses surat tersebut dialami oleh mereka.

Nelayan yang kesulitan memperoleh BBM subsidi pun terpaksa mengurangi durasinya ketika melaut. Bahkan, pahit-pahitnya, nelayan terpaksa berhenti beroperasi untuk sementara waktu. Hal ini jelas bisa mengurangi jumlah ikan hasil tangkapan nelayan yang beredar di pasar.

Sayangnya, bukan perkara mudah bagi nelayan untuk mengerek harga jual ikan hasil tangkapan melaut guna menutupi beban pengeluaran yang besar. “Posisi tawar nelayan cenderung lemah, karena yang biasa mempengaruhi harga jual ikan adalah pabrik-pabrik pengolahan ikan,” pungkas Dani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×