kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nilai ekspor produk kehutanan turun 40,78%


Senin, 02 September 2013 / 07:20 WIB
Nilai ekspor produk kehutanan turun 40,78%
ILUSTRASI. Sejumlah penumpang pesawat berjalan setiba di Terminal 2 Kedatangan Domestik Bandara Soekarno-Hatta, Minggu (2/1/2022). Tidak hanya tes antigen dan PCR, berikut ini syarat mudik dalam aturan terbaru naik pesawat. ANTARA FOTO/Fauzan.


Reporter: Maria Elga Ratri | Editor: Fitri Arifenie

JAKARTA. Meski nilai tukar rupiah melemah, eksportir produk industri kehutanan belum menuai berkah. Turunnya permintaan dan harga produk industri kehutanan, membuat ekspor produk kehutanan tahun ini turun.


Merujuk kepada data Kementrian Kehutanan, nilai ekspor produksi industri kehutanan pada periode Januari sampai Juli 2013 mencapai US$ 3,5 miliar atau turun 40,78% dari periode yang sama tahun lalu. Nilai ekspor produk industri kehutanan di periode yang sama tahun lalu, US$ 5,91 miliar. Ekspor produk kehutanan ditujukan ke beberapa negara seperti Jepang, China, Inggris dan Amerika Serikat.


"Sampai akhir tahun, nilai ekspor bisa mencapai US$ 6 miliar," ujar Dwi Sudharto, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementrian Kehutanan kepada KONTAN, Jumat (30/8).

Soewarni, Ketua Asosiasi Industri Kilang Kayu dan Kayu Pertukangan Indonesia, mengatakan permintaan produk kehutanan dari Uni Eropa sedikit karena krisis ekonomi di benua tersebut. Celakanya, harga juga tidak membaik, atau cenderung stagnan. "Makanya, ekspor ke negara non Eropa harus digenjot untuk memaksimalkan ekspor," kata Soewarni.

Berdasarkan data Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK), harga rata-rata wood panel pada tahun 2012 sebesar US$ 536 per metrik ton. Sedangkan untuk harga woodworking sebesar US$ 581 per metrik ton. Kemudian untuk kayu jenis gelondongan meranti dan merbau masing-masing dibanderol US$ 120 dan US$ 180 per m³. Namun, kayu gelondongan tidak boleh diekspor.

David, Kepala Bidang Produksi Hutan Alam Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menjelaskan, sulit bagi eksportir untuk menikmati penguatan nilai tukar Dollar AS. Sebab, umumnya pembeli juga akan minta potongan harga. "Kalau kurs naik 10%, buyer pasti minta potongan harga," kata David.
Rusli Tan, Wakil Ketua APHI mengatakan, tahun ini, permintaan pulp dan kertas juga mengalami penurunan. Ia mencontohkan, penurunan permintaan kertas koran terjadi karena banyak konsumen yang beralih ke digital. Rusli bilang, kalau bisa memilih, ia lebih suka dollar stabil tetapi volume ekspor meningkat.

Harga kertas sedang tumbang. Tahun lalu, harga kertas dibanderol sebesar US$ 800 per ton. Tahun ini, harga kertas bertahan di level US$ 700 per ton. "Harga pulp sekarang dibawah US$ 600 per ton," kata Rusli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×