Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Direktur Utama Holding Pertambangan (MIND ID) sudah ditentukan yakni Orias Petrus Moedak. Pria asal Rote ini sebelumnya adalah Direktur Keuangan Inalum dan berkarir panjang di industri keuangan.
Orias pernah bekerja menjadi salah satu petinggi di Reliance, kemudian menjadi Direktur Keuangan Pelindo II, CEO Pelindo III, Direktur Keuangan PT Bukit Asam Tbk, dan Direktur Keuangan Inalum.
Baca Juga: Sah, Orias Petrus Moedak resmi menjabat sebagai Direktur Utama Inalum (MIND ID)
Orias merupakan Alumni Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Padjajaran yang berhasil menjadi pimpinan tertinggi di Holding Industri Pertambangan. Orias lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 26 Agustus 1967.
Setelah 4 tahun berselang, Orias berhasil lulus dari Unpad dan langsung bekerja sebagai Senior Auditor di Ernst & Young pada 1991-1994. Bukan dari latar belakang pertambangan, Orias kini dipercaya pemerintah memegang kendali aset perusahaan senilai Rp 162 triliun.
Saat diminta konfirmasinya, Kontan.co.id dijanjikan untuk wawancara khusus. "Nanti saya atur waktunya," kata Orias yang sebelumnya adalah Wadirut Freeport Indonesia.
Kontan.co.id pernah mewawancara Orias terkait pencarian dana untuk membeli divestasi 51% saham Freeport. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) awalnya diragukan bisa mendapatkan dana US$ 3,85 miliar untuk mengakuisisi divestasi 51% saham Freeport Indonesia. Berbagai cara saat itu dilakukan Inalum untuk mendapatkan pinjaman.
Kala itu Inalum percaya diri sudah mendapatkan dana dari 11 bank yang juga didukung oleh bank nasional. Namun, belakangan bank nasional mundur lantaran saat itu nilai tukar rupiah sedang anjlok sehingga penyediaan dana dalam bentuk dollar AS sulit terpenuhi.
Baca Juga: Mulai dari Ahok, kursi petinggi Pertamina, PLN, dan MIND ID segera dirombak
Alhasil, Inalum tak jadi meminjam dari bank nasional. Lantas Inalum kembali mencari cara meminjam dana dari bank internasional. Belakangan pinjaman itu pun sulit dilakukan karena Freeport masih terbelit masalah lingkungan. Bank internasional tak bisa mengucurkan pinjaman jika masalah lingkungan Freeport tak diselesaikan.
Tak habis akal, Inalum kemudian mencari dana lewat obligasi global atau global bond. Perjalanan rodshow ke tujuh negara dilakukan guna mencari dana investor agar bisa memenuhi US$ 3,85 miliar.
Pencarian dana itu dikisahkan Direktur Keuangan Inalum Orias Petrus Moedak ke Kontan.co.id di kantornya Gedung Energy, SCBD Pukul 16.00 WIB kepada wartawan Kontan.co.id Azis Husaini dan Ridwan Nanda Mulayana, berikut petikan wawancaranya:
Kontan.co.id: Kenapa bank nasional mundur lalu bank internasional juga gak mau kasih pinjam?
Orias: Enggak, orang bertanya bank nasional mundur karena mereka bertanya dan menjawab sendiri di luar sana kan. Tapi kan saya yang tahu apa yang terjadi sebenarnya. Jadi kami memang pinjam dari bank asing. Sedangkan untuk bank dalam negeri kami lakukan pinjaman untuk keperluan lain Inalum. Jadi bukan hanya urusan Freeport, ada hal-hal lain juga dan kami kerja sama dengan bank-bank pemerintah, Himbara. Untuk Freeport sendiri, kami pinjam dari bank asing sebesar US$ 2,85 miliar. Sudah dapat pnjamannya, tapi karena transaksinya baru terjadi di Desember 2018, maka kami terbitkan bond, karena sudah dapat bond ya sudah enggak perlu tarik, kan pinjamannya, kami batalin perjanjiannya. Jadi sebenarnya kami pinjam US$ 2,85 miliar itu supaya saat kami datang ketemu investor, kami bilang: Eh, gue punya duit US$ 1,4 miliar, dan gue ada line dari bank US$ 2,85 miliar. Jadi saya ke you, kalau mau ikut boleh, enggak, gak apa apa. Kan lebih percaya diri ngomong ke investor.
Kontan.co.id: Oh, itu startegi saja ya soal pinjaman ke bank asing?
Orias: Ya memang meski begitu. Karena Inalum belum pernah ke pasar dan orang enggak tahu siapa Inalum, jadi harus begitu, bahwa you sudah punya (dana US$ 2,85 miliar), baru you datang ke investor. Orang kan enggak tahu you. Tapi kalau dia tahu ini ada tujuh bank asing yang kasih, kenapa saya enggak?
Kontan.co.id: Terus yang bank asing dibatalin?
Orias: Ya kan sudah dapat dari bond. Ngapain diteruskan? Kalau dengan perbankan kan saya harus bayar pokoknya segera, tapi kalau dengan obligasi kan pokoknya nanti, 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 30 tahun. Ini strategi keuangan, tapi seandainya pasar obligasi enggak ada, kami akan tarik pinjaman 7 bank asing itu, sebab kami mesti transaksi. Kemudian akhirnya 7 bank itu jadi underwriter-nya obligasi.
Kontan.co.id: Inalum gak dikenal di pasar, gimana meyakinkannya?
Orias: Ya memperkenalkan diri, kami datang. Proses biasa. Kalau terbitkan obligasi kan kami ketemu mereka. Jadi roadshow enam hari, kami start dari Singapura, Hongkong, LA, Boston, New York, London, itu enam hari terus menerus. Kami offer tanggal 7 November 2018. Tidak semua orang datang ke pasar saat itu, tetapi ternyata kami dapat US$ 4 miliar. Kalau kami kerja keras, orang bilang kami beruntung padahal kami pontang-panting, ini staff saya mau mati semua karena mesti berangkat. Kalau mau tahu, rating Inalum enggak sama seperti yang lain, sedikit di bawah BUMN yang lain yang memang juga sama-sama mencari.
Baca Juga: Kocok Ulang Direksi dan Komisaris BUMN Energi, Ahok Amankan Posisi
Kontan.co.id: Tapi, kan kosmetiknya beli Freeport?
Orias: Kalau dengan keuangan, you enggak bisa tipu, enggak bisa poles sana-sini, enggak bisa. Modalnya cuma satu, you ngomong apa adanya. Kalau berkata yang sebenarnya you lebih dihargai. Yang beli obigasi kami itu 300-an investornya, yang belinya. Sekarang saya enggak tahu sudah berapa investornya, enggak monitor.
Kontan.co.id: Siapa saja investornya?
Orias: Bisa asset management, pension fund, ada yang hedge fund. Semua Kekayaannya itu miliaran dolar sampai triliunan dolar. Kami ketemu, setiap hari itu minimal tujuh meeting. Setiap 40 menit pindah tempat, itu kami mulai dari pagi sampai sore, berangkat lagi, roadshow itu ya bergitu. Kerja benaran. Begitu selama enam hari. Setelah dapat (Semua bilang, gampang itu, karena ada Freeport), sebelum dapat, enggak ada yang bilang kami bakal dapat. Freeport sendiri tidak yakin bahwa kami akan dapat duit (US$ 4 miliar). Mereka tandatangan waktu itu, tapi tidak yakin! bahwa kami akan dapat. Pas kami dapat, mereka juga kaget kita bisa dapat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News