Sumber: Antara | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) menargetkan perluasan pangsa pasar pada 2016 menyusul mulai beroperasinya pabrik baru Pusri 11B pada April mendatang.
Direktur PT Pusri Musthofa mengatakan, saat pabrik baru beroperasi maka akan terjadi penambahan produksi urea dari 2.050.000 menjadi 2.650.000 ton, dan amonia dari 100.000 ton menjadi 240.000 ton.
"Tambahan produksi ini membutuhkan pasar, dan harus diperjuangkan baik melalui pemenuhan pupuk public servis obligation (PSO) maupun eskpor regional. Ini yang sedang diurus oleh Pusri," kata Musthofa, Rabu (23/12).
Ia mengemukakan untuk menemukan pasar baru ini tidak mudah karena Kota Palembang memiliki keterbatasan dari sisi kapasitas pelabuhan.
Kapal-kapal yang masuk hanya bisa bervolume 5.000 hingga 5.500 ton karena memanfaatkan perairan Sungai Musi.
Sementara, jika menggunakan model transit kurang memungkinkan karena penambahan biaya akan menurunkan daya saing dari sisi harga.
"Itulah yang saya katakan harus jeli, mencari pasar baru yang bisa menerima ukuran volume kapal melalui Sungai Musi. Oleh karena itu, mau tidak mau, Pusri masih mengedepankan konsumen dekat, seperti Fhilipina, Thailand, dan Myanmar, tapi juga menjajaki kemungkinan ke Bangladesh, sementara jika sampai ke India, sudah tidak mungkin," kata dia.
Menurutnya, tambahan produksi ini menjadi tantangan tersendiri bagi PT Pusri mengingat pada 2016 sudah diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Namun, di tengah pemberlakuan pasar tunggal ASEAN itu, Pusri sedikit diuntungkan karena sudah mengusai jalur distribusi hingga ke tingkat petani sehingga memiliki harga pupuk yang mampu bersaing.
"Sesungguhnya tanpa MEA pun, negara-negara pesaing sudah siap masuk Indonesia. Intinya bagaimana bisa efisien dan berdaya saing, jika tidak mampu maka dalam negeri akan banjir produk luar, dan produk dalam negeri akan tersisi," kata Musthofa.
Selain fokus ekspansi pasar, perusahaan BUMN ini juga bercita-cita mengurangi penggunaan gas untuk menekan biaya produksi dalam tujuan meningkatkan daya saing.
Menurutnya, studi terkait hal ini sedang berjalan yakni bagaimana mengupayakan agar pembangkit uap berbahan bakar gas beralih menggunakan batu bara. Batu bara dipilih karena harga lebih murah sekitar 50%, dan masih banyak di Sumatera Selatan.
Sementara di sisi manajemen perusahaan, ia memandang perlu dilakukan perbaikan dan pengembangan di sektor SDM karena masih terdapat 'gap' yang lebar antara tua dan muda.
Kemudian, tak kalah penting yakni semakin mengefisiensikan perusahaan dari berbagai sektor, termasuk penerapan sistem terintegrasi IRP setelah Pusri masuk dalam PT Pupuk Indonesia Holding Company.
"Tahun ini saya berhasil menekan biaya umum yakni biaya non gas atau realisasinya sudah mencapai 80% dari Rp 2,5 triliun. Meski hasil ini sudah cukup baik, tapi sejatinya target saya 100% karena jika tidak begini, maka Pusri tidak bisa untung, apalagi sekarang ini harga urea turun sekali," kata dia.
Pabrik baru Pupuk Sriwijaya (Pusri) II-B di Palembang, Sumatera Selatan yang direncanakan beroperasi penuh pada April 2016 akan mendongrak produksi urea dari 2,1 juta ton menjadi 2,8 juta ton per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News