Reporter: Agung Hidayat, Azis Husaini, Febrina Ratna Iskana | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) terus mempercepat proyek pembangunan pabrik calcined petroleum coke(CPC). Ini adalah salah satu komponen pendukung dalam proses pengolahan di bidang pemurnian mineral (smelter). Bekerja sama dengan PT Pertamina, Inalum menargetkan pembentukan joint venture bisa dilakukan pada tahun ini.
Penggunaan terbesar CPC di dunia saat ini untuk industri aluminium (70%), titanium dioxide (10%) serta industri foundry, baja dan elektrode. CPC digunakan untuk memproduksi anoda, yang akan menghasilkan alumina cair.
Dalam biaya produksi aluminium, CPC mempunyai porsi antara 10%–15%. Dengan adanya pabrik ini, Inalum ingin menjamin pasokan bahan baku CPC yang selama ini harus mengimpor dari Australia dan Kuwait. "Target pembentukan seharusnya tahun ini," kata Sekretaris Perusahaan Inalum Ricky Gunawan kepada KONTAN, Minggu (5/11).
Inalum menargetkan, sampai tahun 2021 produksi aluminium menembus 500.000 ton. Nah, saat itu membutuhkan CPC hingga 300.000 ton. Harga CPC sendiri antara US$ 400–US$ 500 per ton.
Inalum akan menggenggam 25% saham dari perusahaan patungan tersebut. Sementara selebihnya sebesar 75% milik Pertamina.
Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PT Pertamina Gigih Prakoso mengatakan Pertamina dan Inalum masih menunggu hasil kajian front end engineering design (Feed) dan penyampaian keputusan akhir alias final investment decision(FID) sebelum membentuk perusahaan patungan.
Saat ini kedua BUMN tersebut tengah mempersiapkan proses Feed sekaligus persiapan engineering, procurement dan construction (EPC). Gigih optimistis pembangunan konstruksi pabrik sudah bisa dimulai pada pertengahan tahun depan.
Pertamina dan Inalum memang harus segera menuntaskan pembangunan pabrik CPC ini. Sebab, Menteri BUMN Rini Soemarno sebelumnya sudah mewanti-wanti akan mengawasi realisasi proyek tersebut. Pasalnya sudah tiga tahun proyek pabrik CPC ini tidak berjalan.
Gigih sendiri tak menampik memang ada kendala dalam merealisasikan pabrik tersebut. "Kendalanya karena masih negosiasi dengan mitra terdahulu," kata Gigih, Munggu (5/11). Belum diketahui identitas mitra yang bekerja sama dengan Pertamina waktu itu.
Namun, Pertamina pernah mengunjungi pabrik CPC milik PT Yosomulyo Jajag di Surabaya pada Juli lalu. Pertamina saat itu melihat teknologi yang digunakan PT Yosomulyo Jajag dalam mengoperasikan pabrik CPC.
PT Yosomulyo Jajag diketahui juga telah bekerja sama dengan Pertamina dalam pemasaran produk green petroleum coke(GPC) sejak tahun 1989. Kawasan pabrik kemungkinan dibangun di Kota Dumai, Riau, di wilayah pabrik Pertamina. Di sana, Pertamina memiliki satu kilang pengolahan minyak (refenery) unit II.
Menurut Ricky, pihaknya sangat optimistis proyek ini bisa berjalan lantaran masih dianggap ekonomis. Dana investasi pembangunan pabrik ini sekitar US$ 130 juta dan beroperasi tahun 2019. Pabrik ini mampu menghasilkan bahan baku aluminium berkapasitas 300.000 ton.