Reporter: Nurmayanti |
JAKARTA. Meski sedikit terbantu dengan pajak ekspor (PE) 0% minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), pengusaha mengaku ada hambatan lain yang membayangi mereka. Pengusaha tak leluasa mengekspor produknya karena tak ada dukungan dari perbankan. Terutama, menyangkut alat pembayaran ekspor yang dikenal dengan Letter of Credit atau L/C. Akibatnya, saat ini mereka melakukan transaksi ekspor dengan sistem kirim dan bayar langsung atau cash and carry.
Terkait rencana penerapan Bea Keluar CPO yang bakal pemerintah terapkan pada 2009, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akmaluddin Hasibuan mengaku kurang menyetujuinya. Dengan alasan, pemerintah seharusnya menggenjot dan memberikan dukungan kepada petani terlebih dulu. Bentuknya, seperti merevitalisasi perkebunan CPO yang sudah tua.
Sementara itu, pada Senin (15/12) Menteri Perindustrian (Menperin) Fahmi Idris mengungkapkan jika CPO termasuk salah satu komoditas dalam industri agro yang masuk sebagai industri andalan di masa depan. "Pengembangan industri agro dilakukan klaster industri termasuk industri kelapa sawit," kata Fahmi saat Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR.
Untuk catatan, kebijakan PE 0% menstimulasi pengusaha untuk kembali mengekspor produknya. Sebelumnya, ekspor CPO melesu karena beberapa faktor. Mulai dari anjloknya harga CPO di pasar internasional hingga turunnya permintaan dari beberapa negara. "Ini adalah hal positif, di mana tadinya stok kami sempat 2 juta ton turun jadi 1,6 juta hampir mendekati angka normal stok CPO," ujar Akmaludin.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan paket kebijakan stabilitas ekonomi yang salah satunya adalah menurunkan PE CPO menjadi 0%. kebijakan ini efektif berlaku per 1 November 2008. Pemerintah selanjutnya memperpanjang kebijakan pada bulan Desember, PE CPO kembali 0%. Namun, untuk tahun depan pemerintah bermaksud mengganti PE CPO menjadi Bea Keluar, dengan besaran yang hingga ini masih belum terungkap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News