Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri keramik diketahui menggunakan gas dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup besar. Penurunan harga gas industri yang direncanakan pemerintah pada Maret 2020 nanti diyakini bakal merangsang kapasitas pabrik-pabrik lokal yang sempat menyusut.
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menyebutkan bahwa penurunan harga gas sudah sangat urgen di mana hal tersebut merupakan implementasi Perpres yang sudah diterbitkan beberapa tahun lalu. Porsi biaya energi gas di dalam proses produksi keramik bisa berkisar 30%-35% dari total biaya produksi.
"Harga gas yang berdaya saing tentu akan langsung meningkatkan daya saing industri keramik nasional," ujar Edy Suyanto, Ketua Umum Asaki kepada Kontan.co.id, Rabu (15/1). Sehingga keramik lokal bisa bersaing menghadapi gempuran produk impor.
Baca Juga: Siapkan Capex Rp 165 Miliar, Arwana (ARNA) Masih akan Ekspansi
Serta harga gas yang kompetitif ini bakal jadi peluang industri untuk meningkatkan ekspor terutama ke Filipina, Taiwan, Korsel, Australia dan negara tetangga Asean lainnya. Oleh karena itu Asaki melihat ada harapan tingkat utilisasi keramik nasional yang saat ini masih di bawah 70% dapat naik secara bertahap.
"Kembali dalam waktu yang tidak lama ke 90% seperti di tahun 2012-2013, pemulihan tingkat utilisasi secara tidak langsung akan menyerap jumlah tenaga kerja baru," terang Edy yang juga menjabat sebagai Direktur PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA).
Sebagai produsen keramik, ARNA diketahui bakal ekspansif di tahun ini dengan menganggarkan belanja modal Rp 165 miliar untuk menambah lini produksi di pabrikannya.
Setelah harga gas turun, Edy menilai perlu penerapan safeguard kembali untuk mengantisipasi keramik impor. Menurut Asaki angka impor keramik tahun 2019 diestimasikan hanya turun sekitar 20% dibanding tahun 2018.