Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat melonjak pada paruh pertama, permintaan alat berat terjun cukup dalam pada semester II-2025. Pelaku industri mencermati potensi penjualan alat berat akan kembali terangkat dengan level pertumbuhan yang moderat pada tahun 2026.
Ketua IV Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI) Immawan Priyambudi mengungkapkan pada periode semester I-2025, penjualan unit baru alat berat mampu melonjak sekitar 31% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hanya saja, permintaan alat berat mulai melandai sejak memasuki semester kedua.
Immawan menyoroti dua faktor utama yang menekan permintaan alat berat pada paruh kedua 2025. Pertama, penurunan harga komoditas tambang. Meski ada lonjakan permintaan dari sektor kehutanan dan perkebunan seiring dengan proyek lumbung pangan (food estate), tapi sektor pertambangan masih cukup dominan menyetir permintaan alat berat.
Secara nilai, Immawan menggambarkan bahwa 60% - 70% penjualan alat berat masih didominasi oleh sektor pertambangan. Kedua, Immawan menyoroti persaingan yang semakin sengit di industri alat berat, terutama dengan semakin marak penetrasi merek alat berat dari China.
Baca Juga: Terminal LPG Arun Rampung Direvitalisasi, Distribusi LPG Aceh Makin Lancar
"Sampai semester pertama, market growth itu sekitar 31%, hampir semua pemain alat berat merasakannya. Tapi begitu masuk bulan Juli, terjadi penurunan. (Proyeksi sampai akhir tahun 2025) mungkin akan turun," ungkap Immawan di Bincang PERSpektif Trakindo yang diselenggarakan pada Selasa (25/11/2025).
Immawan memproyeksikan penjualan alat berat baru sampai akhir tahun 2025 mencapai sekitar 23.000 unit. Jika dibandingkan dengan capaian 2024, volume penjualan alat berat diproyeksikan akan turun sekitar 5%.
Setelah mengalami kontraksi pada tahun ini, Immawan memperkirakan permintaan alat berat bakal naik pada tahun 2026. Meski, level pertumbuhannya hanya moderat pada kisaran 5% - 10% dibandingkan tahun ini.
"Melihat situasi politik - ekonomi, kami juga tidak berharap ada growth yang cukup tinggi. Tapi kami melihat ada sedikit optimisme di sana, karena masih ada proyek-proyek strategis pemerintah yang menjadi peluang cukup besar untuk menggerakkan industri alat berat. Perkiraan tahun depan (tumbuh) 5%-10%," terang Immawan.
Tambang dan Proyek Strategis
Selain permintaan dari sektor tambang, proyek strategis pemerintah juga menjadi incaran para pelaku industri alat berat. Antara lain proyek tanggul laut raksasa (giant sea wall), food estate, serta proyek infrastruktur, termasuk pembangunan jalan tol.
Pada kesempatan yang sama, Chief Operating Officer - Power Systems & Marketing Services PT Trakindo Utama, David Freddynanto melihat prospek pasar alat berat pada tahun depan masih cukup menjanjikan. David bilang, Trakindo bakal menyiapkan investasi dan strategi bisnis yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Di samping penjualan unit baru, penyedia alat berat merek Caterpillar ini juga menawarkan solusi penyewaan atau rental. "Kami melihat market masih promising. Kami akan menyesuaikan dengan potensi yang ada di pasar. Kalau butuh investasi yang baru, kami akan ikuti. Kalau untuk kebutuhan jangka pendek, ada solusi rental. Kontribusi keduanya sangat promising," terang David.
Sementara itu, PT United Tractors Tbk (UNTR) mengantisipasi potensi penurunan permintaan alat berat. Merujuk earnings call UNTR, emiten dari Grup Astra ini memangkas target penjualan alat berat merek Komatsu selama tahun 2025 dari 4.600 unit menjadi 4.500 unit.
Sedangkan untuk tahun 2026, UNTR membidik target penjualan Komatsu pada kisaran 4.300 unit – 4.500 unit. Artinya, penjualan alat berat UNTR tahun depan berpotensi stagnan atau mengalami penurunan dibandingkan tahun ini.
Corporate Secretary United Tractors, Ari Setiyawan menjelaskan proyeksi penjualan pada tahun 2026 lebih rendah atau sama dengan 2025 karena mempertimbangkan lemahnya permintaan alat berat berukuran besar. Hal ini akibat kondisi industri pertambangan batubara yang diperkirakan masih menantang pada tahun 2026.
Ari tak menampik, wacana pembatasan produksi batubara pada tahun 2026 menjadi salah satu pertimbangan UNTR. "Salah satu faktor yang membuat sektor pertambangan batubara masih menantang, yang dapat mengurangi investasi alat berat di tahun 2026, dan sudah kami perhitungkan," terang Ari saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (25/11/2025).
Hanya saja, Ari mengingatkan bahwa masih ada peluang pertumbuhan dari sektor lainnya seperti kehutanan, perkebunan dan konstruksi. "Ini masih perkiraan awal. Sementara di sektor lainnya seperti konstruksi yang terkait pembangunan infrastruktur dan perkebunan yang terkait proyek food estate mungkin saja dapat menjadi potensi peningkatan permintaan pada tahun depan," tandas Ari.
Baca Juga: Taiwan Pamer Inovasi Manufaktur Cerdas di Manufacturing Indonesia 2025
Selanjutnya: Terminal LPG Arun Rampung Direvitalisasi, Distribusi LPG Aceh Makin Lancar
Menarik Dibaca: Apakah Roti Gandum Bagus untuk Diet atau Tidak? Cari Tahu di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













