Reporter: Leni Wandira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tampaknya memilih menaikkan pungutan ekspor (export levy) kelapa sawit sebagai langkah strategis untuk menahan laju kenaikan harga minyak goreng rakyat yang saat ini sudah berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung, menilai kebijakan ini sebagai keputusan yang tepat dan multifungsi. Menurutnya, pungutan ekspor sawit telah menjadi instrumen penting dalam mendukung arah kebijakan hilirisasi industri sawit nasional.
“Pertama, pungutan ekspor sawit adalah alat utama untuk mendorong hilirisasi domestik. Tarif levy yang makin rendah untuk produk hilir memberi insentif pelaku industri agar memproses sawit di dalam negeri,” jelas Tungkot kepada KONTAN, Kamis (15/5).
Kebijakan ini, lanjutnya, sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang telah mencanangkan hilirisasi sebagai pilar utama pembangunan industri kelapa sawit ke depan.
Baca Juga: Mulai 17 Mei 2025, Pungutan Ekspor CPO Naik jadi 10%
Selain itu, pungutan ekspor juga berperan dalam menjaga stabilitas harga minyak sawit di pasar global. Kata dia, Sebagai produsen dan eksportir sawit terbesar dunia, Indonesia harus mampu mengelola harga pasar dunia.
"Kenaikan pungutan ekspor secara terukur di tengah tren penurunan harga CPO global dalam tiga bulan terakhir adalah cara untuk mencegah harga jatuh lebih dalam,” tambahnya.
Tungkot menekankan, kebijakan ini juga sangat relevan untuk menjaga ketersediaan minyak goreng dan biodiesel di dalam negeri. Kenaikan pungutan dapat memperlambat laju ekspor, sehingga stok dalam negeri tetap terjaga.
Baca Juga: Pungutan Ekspor CPO Naik Jadi 10%, Berlaku Mulai 17 Mei
Lebih jauh, pungutan ekspor sawit juga berfungsi sebagai sumber pembiayaan program strategis sektor sawit, seperti peremajaan sawit rakyat (PSR), pembangunan infrastruktur kebun, penguatan SDM petani, riset, promosi, hingga pengembangan biofuel.
“Pengalaman kita menunjukkan bahwa meskipun di awal mungkin ada sedikit penurunan harga tandan buah segar (TBS) petani, itu bersifat jangka pendek. Jika harga CPO dunia kembali naik akibat pengaruh levy, maka harga TBS petani juga akan ikut meningkat,” ujarnya.
Tungkot mengingatkan bahwa pemerintah juga harus memastikan bahwa dana yang dihimpun dari pungutan ini benar-benar kembali ke petani dalam bentuk program nyata.
"PSR harus dijalankan dengan efektif, jalan-jalan kebun petani harus dibangun agar kesejahteraan petani sawit benar-benar meningkat,” tegasnya.
Baca Juga: GAPKI: Kenaikan Tarif Ekspor CPO Tekan Harga TBS Petani
Selanjutnya: Pasokan Susu di Indonesia Masih Didominasi Impor
Menarik Dibaca: 5 Cara Mencegah Depresi pada Remaja, Selalu Pantau Media Sosial Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News