kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku industri masih menolak beleid halal


Rabu, 31 Agustus 2016 / 10:40 WIB
Pelaku industri masih menolak beleid halal


Reporter: Pamela Sarnia, Yusuf I Santoso | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Rencana pemerintah membuat regulasi Jaminan Produk Halal (JPH) mendapat reaksi negatif dari pelaku industri. Mereka menilai, regulasi tersebut akan memberatkan, terutama bagi industri kecil dan menengah.

Salah satu sektor industri yang menolak rancangan regulasi JPH itu adalah Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPPMI). Alasannya, "Akan merugikan industri, terutama usaha kecil menengah yang tak bisa jual produk karena tak ada sertifikasi halal," kata Adhi S. Lukman, Ketua Umum GAPPMI kepada KONTAN, Selasa (30/8).

Menurut Adhi, efek aturan tersebut akan menyulitkan 1,4 juta usaha kecil menengah yang bergerak di industri makanan dan minuman. Pandangan serupa juga disampaikan Triyono Prijosoesilo, Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim).

Triyono menyoroti adanya biaya tambahan yang ditimbulkan karena aturan JPH. Tak hanya dalam proses sertifikasi saja, tetapi dalam penanganan produknya. Dalam rancangan regulasi JPH, produk halal wajib penanganan khusus sampai distribusi. "Apakah pendanaan perusahaan distribusi itu sudah syariah? Belum tentukan? Makanya kami menilai aturan itu berlebihan," jelas Triyono.

Tak hanya makanan dan minuman, beleid JPH yang sedang disusun dalam bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) itu akan diberlakukan untuk farmasi. Namun, asosiasi perusahaan farmasi yang tergabung dalam International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) masih mempertanyakan rancangan beleid tersebut. 

"Masih ada pasal yang bertentangan. Ada pasal yang menyebutkan wajib seluruh barang bersertifikasi halal. Sementara pasal lain memberikan kelonggaran," kata Parulian, Selasa (30/8).

Selain itu Parulian keberatan seluruh bahan baku farmasi berlabel halal. Sebab, 95% bahan baku impor yang sulit dilacak status halal atau tidaknya. "Jangan sampai masyarakat nanti bingung," tambah Parulian.

Jika tetap diterapkan, Parulian bilang, Indonesia jadi satu-satunya negara yang wajib sertifikasi halal obat-obatan. Selain itu, jika diterapkan butuh waktu lama bikin sertifikasinya. Sebab, ada 22.000 jenis obat yang beredar di Indonesia.          

Akan berlaku bertahap

Rancangan beleid soal Jaminan Produk Halal (JPH) tak hanya mengatur bahan baku maupun proses produksi saja. Beleid ini juga menyoal lokasi, sumber daya manusia (SDM) sampai transportasi. Lalu, tempat dan lokasi produksi produk halal dan non halal harus terpisah. 

Selain itu, tenaga kerja yang terlibat dalam produksi non halal dilarang menangani produk halal. "Tak boleh campur, sistemnya dari awal sampai akhir terpisah," jelas Siti Aminah, Direktur Halal Kementerian Agama, Selasa (30/8). 

Dalam rancangan JPH yang disepakati terakhir kali, produk makanan dan minuman dan kosmetik dan obat-obatan wajib halal bertahap sampai tahun 2019. Mengacu Undang-undang, Peraturan Pemerintah JPH harus terbit bulan Oktober 2016. "Sekarang masuk pembahasan antar kementerian, jadi belum tahu kapan diterbitkan," kata Siti.          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News





[X]
×