Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022. Rencana ini disoroti oleh sejumlah pihak sebagai langkah yang harus dipertimbangkan dengan matang, khususnya terkait besaran tarifnya. Jika tarif CHT naik terlalu tinggi, banyak pihak yang mengalami kerugian.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menjelaskan, apabila CHT dinaikkan, petani tembakau, cengkih, serta pekerja akan merasakan dampaknya secara langsung. Dia berharap, kalaupun ada kenaikan cukai, sebaiknya dipertimbangkan secara realistis.
“Dari APTI, kalau toh ada kenaikan sebaiknya kongruen dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi alias single digit,” kata Soeseno dalam keterangan resminya, Selasa (7/12)
Sementara itu, APTI secara khusus menyoroti terkait segmen sigaret kretek tangan (SKT). Soeseno mengatakan, nasib petani dan pekerja SKT akan terpuruk dengan adanya kenaikan tarif cukai SKT.
Baca Juga: Pekerja SKT was-was menunggu keputusan kenaikan CHT
Rencana kenaikan tarif cukai SKT dinilai memberatkan petani karena serapan bahan baku SKT cukup besar dari tembakau dan cengkih lokal.
Secara terpisah, Akademisi Institut Pertanian Bogor Prima Gandhi mengatakan bahwa dari perspektif konsumen dan produsen, kenaikan tarif CHT sebaiknya jangan terlalu tinggi. "Menurut saya kenaikan CHT di atas 10% tidak tepat,” katanya.
Alasannya, katanya, bagi industri dan tenaga kerja, kenaikan tarif CHT jelas akan membuat beban makin berat, terutama bagi pekerja IHT dan petani tembakau serta cengkih.
Dia mengatakan, komponen besar dalam industri hasil tembakau adalah tenaga kerja, modal, dan bahan baku. Hal-hal ini dapat terdampak apabila tarif CHT pada 2022 dinaikkan. “Bahan bakunya kan tembakau dan cengkih. Pasti itu yang akan ditekan ketika ada kenaikan tarif cukai tinggi,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News