Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha pertekstilan meminta polemik kebijakan importasi yang melibatkan perseteruan beberapa Kementerian segera dihentikan. Pemerintah diharapkan fokus untuk menyelesaikan masalah utama yang menjadi penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik.
“Semakin lama berdebat soal aturan, kondisi industri tekstil semakin memburuk, karena permasalahan utamanya jelas impor ilegal yang saat ini masih terus berlangsung," ungkap Redma Gita Wirawasta, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) dalam siaran pers yang diterima Kontan, Rabu (10/7).
Untuk kesekian kalinya, APSyFI meminta pemerintah membereskan kerja buruk Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan yang membiarkan modus impor borongan, pelarian harmonized system (HS), hingga under invoice yang terjadi di depan mata dengan bebas, sehingga barang impor murah membanjiri pasar domestik.
APSyFI juga kembali menekan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan untuk tidak kembali berputar-putar mencari alasan dan mengalihkan isu guna menutupi kinerja buruk Bea Cukai yang berada dalam kewenangannya.
Baca Juga: Mendag Tegaskan Tak Akan Revisi Permendag Relaksasi Impor
Selain itu, APSyFI berterima kasih atas apa yang sudah coba dilakukan oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk mengendalikan importasi tekstil dan pakaian jadi melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 5 Tahun 2024.
“Kami sangat paham bahwa sejak dikeluarkannya kedua aturan ini, para importir dan oknum rekanannya di Bea Cukai tidak senang dan membuat berbagai dinamika hingga akhirnya pemerintah terpaksa mengeluarkan aturan relaksasi impor melalui Permendag 8/2024 karena terus tersudut,” ungkap Redma.
Kalangan pertekstilan nasional memohon dengan sangat agar Menteri Keuangan segera membersihkan Bea Cukai dari oknum pejabat dan petugas yang bersekongkol dengan mafia impor untuk menyelamatkan industri tekstil nasional.
Redma pun mengapresiasi langkah Kemendag yang akan membentuk Satgas impor ilegal bersama Kadin Indonesia untuk memberantas peredaran barang impor ilegal di pasar domestik.
Menurutnya, Kemendag mempunyai alat dan payung hukum terkait perlindungan konsumen untuk memberantas bahkan menyita barang beredar di pasar yang tidak sesuai ketentuan label berbahasa Indonesia, aturan K3L, hingga SNI wajib.
Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman menyatakan, pemberantasan barang impor ilegal yang beredar di pasar adalah bagian dari apa yang dituntut oleh kalangan pengusaha IKM.
Di sini, IPKB melihat Kemendag sangat paham bahwa permasalahan utamanya adalah barang impor ilegal, sehingga dengan kewenangannya Kemendag berupaya menyelesaikan permasalahan sektor tekstil dan pakaian jadi.
Baca Juga: Sejak Permendag Relaksasi Impor Berlaku, Volume Impor Tekstil Melonjak
Namun, IPKB tetap mengingatkan bahwa permasalahan utamanya adalah masuknya barang impor ilegal di pelabuhan yang menjadi tanggung jawab Bea Cukai di bawah naungan Kemenkeu.
“Kami minta Menteri Keuangan bertanggung jawab atas apa yang menimpa kami, PHK dan penutupan pabrik yang terjadi di mana-mana akibat ulah oknum pejabat dan petugas Bea Cukai yang memfasilitasi importir pedagang dan perusahaan logistik nakal untuk terus menjalankan praktik importasi ilegal," pungkas Nandi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News