Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah hingga kini masih menyusun kebijakan tarif royalti batubara Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Para pelaku usaha pun kini masih menanti keputusan yang bakal diambil pemerintah.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan hingga saat ini pihaknya masih menanti keputusan yang akan diambil pasca menyampaikan usulan pada Desember tahun lalu.
"Kabarnya, draftnya sudah sirkulasi ke Kementerian dan Lembaga terkait," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Selasa (20/4).
Hendra pun memastikan, hingga saat ini pihaknya masih berpegang pada usulan tarif yang sudah pernah diajukan.
Merujuk pemberitaan Kontan.co.id, Hendra mengklaim, usulan tarif royalti yang diajukan telah mempertimbangkan kewajiban penerimaan negara yang lebih tinggi saat PKP2B diperpanjang menjadi IUPK.
Hal itu sesuai amanah dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 alias UU Mineral dan Batubara (UU Minerba). "Prinsipnya harus ada kenaikan penerimaan negara sesuai mandat undang-undang, semua kita sudah setuju, itu bukan isu lagi. Cuman formulasi bagaimana, kita usulkan itu," kata Hendra.
Pelaku usaha mengusulkan tarif royalti progresif dengan mengacu pada index Harga Batubara Acuan (HBA). Ada empat rentang yang diusulkan. Pertama, jika harga di bawah US$ 70 per ton maka tarif royalti yang dikenakan untuk domestik sebesar 14%, begitu juga untuk ekspor.
Kedua, jika harga dalam rentang US$ 70-US$ 80 per ton, maka royalti untuk domestik diusulkan 14%, dan 16% untuk ekspor. Ketiga, saat harga US$ 80-US$ 90 per ton, royaltinya 14% untuk domestik dan 18% untuk ekspor.
Keempat, jika harga di atas US$ 90 per ton maka royalti untuk domestik dikenakan 14% dan 20% untuk ekspor. Artinya, tarif untuk pasokan domestik diusulkan flat di angka 14%, sedangkan untuk ekspor berjenjang sesuai harga hingga dari 14% hingga 20%.
Menurut Hendra, dengan simulasi tersebut akan ada peningkatan penerimaan negara sekitar 4%-7% dari IUPK hasil perpanjangan operasi PKP2B. Dibandingkan tarif royalti PKP2B sekarang yang sebesar 13,5%.
Baca Juga: Bos Adaro berharap royalti bagi IUPK tak naik tinggi
Sementara itu, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) induk usaha dari PT Kaltim Prima Coal memilih untuk menunggu keputusan final pemerintah.
"Kami menunggu keputusan resmi dari pemerintah untuk hal ini, untuk sementara kami tidak berspekulasi," kata Direktur dan Corporate Secretary BUMI Dileep Srivastava kepada Kontan.co.id, Selasa (20/4).
Presiden Direktur dan Chief Executive PT Adaro Energy Tbk (ADRO), Garibaldi ‘Boy’ Thohir lebih terang-terangan. Dia berharap penetapan tarif royalti batubara bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tak naik tinggi.
Boy mengungkapkan, jika pemerintah menetapkan royalti yang tinggi maka industri batubara tanah air tak akan kompetitif dan kehilangan kesempatan untuk memaksimalkan potensi yang ada.
Dia bilang, dengan kondisi perselisihan Cina dan Australia, maka ada keuntungan bagi Indonesia untuk memperoleh devisa yang lebih besar.
"Kalau royalti naik tinggi gak kompetitif, nanti jika Cina buka lagi hubungan dagangnya dengan Australia nanti kita yang rugi," kata Boy dalam Konferensi Pers Virtual, Senin (19/4).
Boy pun mengharapkan pemerintah mengkaji agar penetapan tarif royalti tidak memberatkan pelaku usaha. "Pemerintah pasti mengkaji, gak ada orang tua yang jahat sama anaknya," tukas Boy.
Sementara itu, Head of Corporate Communication PT Indika Energy Tbk (INDY) Ricky Fernando mengungkapkan pihaknya siap mendukung upaya pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara.
"Kami yakin pemerintah akan membuat kebijakan royalti secara holistik, komprehensif dan bijaksana," jelas Riky kepada Kontan.co.id, Selasa (20/4).
Dia menambahkan, penetapan tarif royalti yang dibuat perlu mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang agar perusahaan tambang batubara dapat tetap bertahan dan terus berkontribusi bagi pembangunan secara berkelanjutan.
Selanjutnya: Kesepakatan kerjasama antara Freeport dan Tsingshan ditargetkan rampung pekan depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News