kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku usaha tunggu keseriusan pemerintah revisi aturan hambatan nontarif


Rabu, 08 Agustus 2018 / 20:05 WIB
Pelaku usaha tunggu keseriusan pemerintah revisi aturan hambatan nontarif
ILUSTRASI. Bongkar muat petikemas di pelabuhan Tanjung Priok


Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha mengharapkan pemerintah segera melakukan revisi terhadap 18 aturan yang dianggap sebagai hambatan nontarif untuk produk asal Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru. Pasalnya jika produk tersebut direvisi pun tidak berdampak banyak kepada Indonesia.

Dalam peraturan tersebut beberapa produk impor yang susah masuk ke Indonesia seperti apel, anggur, kentang, bawang, bunga, jus, buah-buah kering, hewan ternak, ayam dan daging sapi.

Hal tersebut untuk mengamankan posisi dagang Indonesia di mata dunia. Di mana AS telah mengajukan pengenaan sanksi ke World Trade Organization (WTO) kepada Indonesia sebesar US$ 350 juta.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Hubungan Internasional dan investasi, Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, permasalahan yang sudah cukup lama ini dinilai ada hubungannya dengan aturan dan regulasi di Indonesia.

“Masalahnya ini merupakan komplain dari eksportir AS karena masih terkendala dengan perizinan maka mereka komplain. Sebenarnya Amerika tidak bisa sepihak melakukan hal itu,” ujarnya saat di temui di Jakarta, (8/8).

Dia menjelaskan, pemerintah sudah melakukan revisi di beberapa peraturan pemerintah yang ada di Kementerian Pertanian (Kemtan).

Menurutnya, hal ini masih terkendala dan belum di submit. “Buat saya sebenarnya bukan itunya tapi sampai sejauh mana sudah merevisi kalau tidak kenapa enggak,” tambahnya.

Dia melanjutkan, produk yang dimasukkan sebagai hambatan nontarif tersebut bukanlah produk yang menjadi produk unggulan di Indonesia. Sehingga produk-produk tersebut tidak berdampak pada impor.

“Seperti Apel, kita tidak mungkin secara natural endorsement bukan produk kita yang bisa dikembangkan secara swasembada. Karena harus ada keseriusan pemerintah untuk merevisi kalau tidak direvisi begini jadinya,” jelasnya.

Di sisi lain, pelaku industri berharap Indonesia tidak dikeluarkan dalam Generalized System of Preferences (GSP). Pasalnya terdaftarnya Indonesia di dalam GSP sangat menguntungkan bagi para pelaku usaha.

GSP merupakan sebuah keringanan yang menghapus tarif cukai untuk beberapa produk ekspor Indonesia sebesar US$ 2 miliar. Amerika Serikat tengah mengkaji ulang terkait kebijakan ini.

“Saya rasa buat kita yang penting GSP kita jangan dicabut dulu, karena dampaknya lumayan ke kita kalau Kemtan sudah merevisi berarti ini bisa ditangani,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×