Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Niat pemerintah menggenjot ekspor Indonesia lewat penerapan sistem cost, insurance and freight (CIF) Agustus 2013 nanti mendapat respon positif dari pengusaha pelayaranan nasional. Kebijakan ini lebih menguntungkan ketimbang memakai sistem free on board (FOB).
Catatan saja, dengan sistem CIF, yang sudah memasukkan nilai jasa kapal kargo dan asuransi, penggunaan kapal kargo dan asuransi harus berasal dari perusahaan lokal. Beda dengan sistem FOB, yang belum memasukkan nilai jasa kapal kargo dan asuransi lantaran menjadi urusan kapal kargo dan asuransi asing.
Menurut Managing Director PT Samudera Indonesia Tbk, Bani Mulia, dengan kebijakan CIF, roda kendali kini berada di eksportir lokal. "Para eksportir jadi bebas menentukan harga serta bebas memilih kapal dalam negeri," katanya kepada KONTAN kemarin.
Dengan sistem FOB selama ini, kendali harga dan penentuan kapal angkutan ada di pembeli luar negeri. "Ini hal yang positif," tambahnya.
Ia yakin pebisnis pelayaran akan segera terdorong berinvestasi untuk penambahan kapal. Maklum, untuk membuat satu kapal, butuh modal tidak sedikit. Dan perusahaan pelayaran nasional, seperti Samudra Indonesia butuh kepastian bisnis yang pasti sebelum ingin menambah kapal.
Meski begitu, untuk menerapkan sistem CIF bukan perkara gampang. Ia menilai perlu ada negosiasi bisnis antara pihak importir atau pembeli dari luar negeri yang sudah pasti ingin memakai sistem FOB yang dinilai lebih menguntungkan mereka. "Namun dalam bisnis, negosiasi adalah hal yang lumrah," kata Bani yang masih belum bisa memastikan apakah Samudera Indonesia juga akan menambah kapal mereka.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pelayaran Indonesia (INSA), Carmelita Hartoto, mengungkapkan, dengan sistem CIF, ia berharap produk komoditas ekspor seperti batubara dan kelapa sawit bisa diangkut dengan kapal berbendera Indonesia. "Ini sesuai dengan harapan kami," katanya kemarin.
Ia memaparkan, penggunaan kapal berbendera asing masih meningkat dalam beberapa tahun belakangan ini. Bila tahun 2006 nilai barang ekspor impor dari kapal asing mencapai US$ 10,34 miliar, maka nilai barang ekspor dan impor dari kapal asing tahun 2011 membengkak menjadi US$ 11,34 miliar. Adapun tahun 2012 ini, menurutnya masih dalam proses hitungan. Namun ia prediksi nilainya akan meningkat.
Carmelita ingin penerapan CIF ini bisa menjadi pijakan bagi pelayaran nasional untuk bisa menerapkan asas beyond cabotage. Artinya setiap kegiatan ekspor dan impor memakai kapal Indonesia dan diawaki orang Indonesia. Program ini merupakan kelanjutan dari program asas cabotage yakni angkutan domestik wajib memakai kapal nasional.
Yang pasti pengusaha pelayaran nasional yang secara total ada 12.000 kapal siap menerapkan asas ini. "Penggunaan CIF bisa menyerap keuntungan tambahan sebesar Rp 150 triliun per tahun yang hilang akibat sistem FOB," kata Carmelita.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Gusmardi Bustami, mengatakan penerapan CIF ini justru dapat menambah minat dan volume ekspor ke negara-negara tujuan ekspor non tradisional. Seperti negara di Asia Tengah, Timur Tengah dan Afrika. "Tinggal bagaimana kita bisa meyakinkan importir kalau kita yang menunjuk kapal angkutan dan bukan importir lagi," katanya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News