kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.060.000   18.000   0,88%
  • USD/IDR 16.445   2,00   0,01%
  • IDX 7.867   -18,52   -0,23%
  • KOMPAS100 1.102   -2,88   -0,26%
  • LQ45 800   1,11   0,14%
  • ISSI 269   -0,86   -0,32%
  • IDX30 415   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 482   1,02   0,21%
  • IDX80 121   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 134   0,17   0,13%

Pelemahan ekonomi dongkrak industri mi instan


Minggu, 15 Januari 2017 / 22:19 WIB
Pelemahan ekonomi dongkrak industri mi instan


Reporter: Umi Kulsum | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Pelemahan ekonomi yang berdampak pada daya beli masyarakat mengubah pola pikir kebutuhan konsumsi di Indonesia. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menilai harga beras yang kian melambung tinggi membuat masyarakat di Indonesia mulai bergeser mengonsumsi makanan berbahan baku tepung terigu.

Aptindo memprediksi kebutuhan makanan praktis dan siap saji akan meningkat tahun ini. “Sekarang beras semakin mahal, mi instan paling laris karena murah dan praktis dan sudah menjadi makanan pokok,” kata Ratna Sari Loppies, Direktur Eksekutif Aptindo ke KONTAN, Minggu (15/1).

Ratna merinci total konsumsi tepung terigu tahun 2016 saja mencapai 6.022.697 ton. Nah jumlah tersebut diprediksi akan terus meningkat di tahun ini. “Tahun 2016 pertumbuhannya 6%, tahun ini diprediksi naik lagi di atas 6%,” katanya.

Dari total konsumsi tersebut, penggunaan terigu untuk mi terbilang mendominasi sebesar 60% sementara sisanya 40% untuk roti, biskuit, jajanan pasar dan penggunaan rumah tangga. Sementara pendistribusian terbesar pada pedagang pasar, UKM sebesar 70% dan sisanya penggunaan untuk industri.

Meski pada 2015 lalu industri tepung terigu stagnan, namun mulai membaik sejak 2016 lalu dengan pertumbuhan yang cukup signifikan. “Kami optimistis tepung terigu sumber karbohidrat termurah di dunia. Apalagi harga domestik juga bisa dibilang termurah,” tutur Ratna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×