Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Paska penundaan rencana kenaikan tarif royalti batubara, pemerintah bersama Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mulai kembali memperbincangkan formula yang tepat dalam kebijakan tersebut. Namun hingga sekarang, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan gabungan pengusaha belum mencapai titik temu dalam perumusannya.
Pemerintah menginginkan tarif royalti dinaikkan secara progresif ketika harga batubara acuan (HBA) telah menembus US$ 80 per ton. Sedangkan pengusaha mengusulkan kenaikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tersebut boleh dinaikkan di saat harganya sudah mencapai di atas US$ 100 per ton.
"Kami baru menyepakati adanya pembedaan tarif royalti berdasarkan kalori, tidak dipukul rata 13,5% seperti yang berlaku pada perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Kalau tarifnya disamakan akan menyulitkan izin usaha pertambangan (IUP) kecil," kata Sukhyar usai menggelar pertemuan dengan APBI di kantornya, Selasa (13/5).
Sementara, Bob Kamandanu, Ketua Umum APBI mengatakan, pihaknya telah melakukan simulasi penghitungan tarif royalti dengan ambang batas kenaikan (treshold) sebesar US$ 80 per ton. "Hasilnya, rata-rata perusahaan tambang justru minus dari harga penjualannya, sehingga kami menginginkan kenaikan royalti setelah HBA di atas US$ 100 per ton," ujar dia.
Bob bilang, pihaknya akan terus berupaya untuk memberikan masukan ke sebelum pemerintah menerbitkan kebijakan yang akan dituangkan dalam revisi PP Nomor 9/2012 menyoal PNBP di Kementerian ESDM. Dia menambahkan, pemerintah juga harus fokus menata kembali pencatatan pungutan royalti, sebab sampai sekarang sekitar 60-an juta ton penjualan batubara belum tertib administrasi sehingga berpotensi merugikan negara.
Berdasarkan PP Nomor 9/2012, tarif royalti yang berlaku untuk IUP yaitu, kualitas kalori rendah atawa di bawah 5.100 kkal/kg sebesar 3% dari harga jual, kualitas sedang atau kualitas 5.100 kkal/kg hingga 6.100 kkal/kg sebesar 5% dari harga jual, serta kualitas tinggi atau di atas 6.100 kkal/kg mencapai 7% dari harga jual. Sedangkan pungutan tarif royalti plus pengembangan batubara untuk PKP2B dipungut rata sebesar 13,5% dari harga jual.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News