kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Royalti dinaikkan, tambang ilegal tambah marak


Senin, 14 April 2014 / 14:27 WIB
Royalti dinaikkan, tambang ilegal tambah marak
ILUSTRASI. Wortel, salah satu jenis sayuran yang bisa menurunkan kolesterol dan gula darah tinggi.


Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pemerintah diminta untuk mengkaji lebih dalam lagi terkait rencana kenaikan royalti batubara untuk izin usaha pertambangan (IUP). Ada banyak dampak yang akan terjadi jika pemerintah tetap ingin menaikkan royalti.

Pengamat pertambangan dan Metalurgi, Yusuf menuturkan kajian royalti batubara ini memang terlihat tidak adil. Sebab perusahaan pertambangan dikenakan royalti 13,5%, sementara IUP hanya dikenakan kewajiban 3,5% dan 7%.

Menurutnya untuk menentukan royalti, juga harus melihat beban dan kondisi masing-masing perusahaan. Karena untuk melihat industri batubara, harus dilihat striping rationya, lokasi tambang, ketebalan sin dan kualitas batu bara. Jika melihat beberapa aspek tersebut, maka keinginan untuk menyamakan royalti IUP dan PKP2Bm justru tidak merata.

"Sekarang ini, IUP dalam posisi yang sulit. Dengan harga batu bara seperti saat ini, tentu keinginan menaikkan royalti tidak realistis," ungkap mantan peneliti LIPI tersebut, Senin (14/4).

Dengan kenaikan royalti, maka otomatis cost of money, beban uang yang harus dikeluarkan perusahaan akan semakin besar. Di sisi lain, persoalan mendasar yang selama ini menimpa perusahaan pertambangan masih saja terus terjadi.

Mulai dari susahnya perizinan, hingga berbagai pungutan tidak resmi yang masih marak terjadi, mulai dari level kelurahan atau desa, kecamatan hingga kabupaten. "Kalau cost produksi, masih mudah menghitungnya, tetapi cost di luar itu yang susah dan jumlahnya tidak pasti," terangnya.

Karena itu, menurutnya, apakah ada jaminan dari pemerintah bahwa, perizinan akan dipermudah serta biaya dari pungutan tidak resmi tidak akan ada lagi. Jika tidak ada jaminan soal itu, maka beban pengusaha akan bertambah.

Pertambangan ilegal akan marak

Dampak lain dari kebijakan kenaikan royalti ini, maka kegiatan pertambangan tanpa izin pun akan marak. Sementara dari laporan yang dilansir APBI, selisih produksi batu bara yang tidak masuk perhitungan pemerintah cukup besar lebih dari 50 juta ton. Jumlah tersebut berasal dari aktivitas tambang ilegal.

Dampak dari kegiatan pertambangan ilegal, lingkungan akan menjadi rusak. Sementara industri pertambangan mendapatkan sorotan, karena kerusakan lingkungan akibat kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian, maka prinsip pertambangan yang baik dan benar (good mining practice) yang menjadi tujuan kegiatan pertambangan tidak akan terjadi.

Ia mengusulkan kepada pemerintah, perusahaan pertambangan batu bara yang sudah melaksanakan prinsip good mining practice, sebaiknya diberi kompensasi yang lebih rendah. Sementara perusahaan yang tidak menjalankan prinsip itu, dikenakan beban yang lebih tinggi atau jika perlu diberikan terminasi atau diberhentikan kegiatan pertambangannya.

"Lebih baik memberikan insentif royalti lebih rendah kepada yang menjalakan prinsip good mining practice, ketimbang menaikkan royalti," ungkap alumni Pertambangan ITB ini lagi.

Untuk itu ia menyarankan agar semua pihak harus duduk bersama, buka-bukaan dan fair. “Kalaupun ada rencana kenaikan, hitungannya harus jelas dan rasional," terangnya lagi. (Sanusi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×