Reporter: Kenia Intan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemperin) mencanangkan Indonesia sebagai pusat manufaktur di Asia Tenggara. Sektor industri yang digadang menjadi penopang seperti industri tekstil dan produk tekstil, otomotif, logam dasar, makanan dan minuman, serta kimia.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman menjelaskan untuk menjadi pusat industri, terlebih dahulu perlu dibereskan industri hulunya.
"Daya saing industrialisasi perlu didukung dengan industri hulu yang efisien dan murah, karena bagaiamana pun juga ketergantungan akan bahan baku akan lebih besar lagi," kata Ade ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (12/5).
Ade mencontohkan, Indonesia memerlukan bahan parasilin yang besar. Bahan baku dasar ini berasal dari minyak, gas ataupun dari sawit. Industri hulu inilah yang harus ada di Indonesia, sehingga bisa menumbuh-kembangkan ribuan macam industri yang berkomponen bahan baku tersebut.
"Kalau tidak punya industri hulu maka kan sangat sulit untuk merealisasikan Indonesia sebagai pusat industri," tutup Ade.
Sejalan dengan Ade, Yerry Indroes, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) mengatakan, perlu ada kerjasama dari hulu hingga hilir dalam proses manufaktur.
Industri baja lebih besar berperan di sektor hulu di dalam proses manufaktur. Yerry menjelaskan, perlu ada kebijakan dari pemerintah untuk mengutamakan industri baja yang berasal dari dalam negeri sebagai bahan baku dalam proses hulu sebuah manufaktur.
Dengan Indonesia menjadi pusat manufaktur di Asia Tenggara, diakui Yerry ini dapat mempengaruhi komposisi pasar baja selama ini.
" Saat ini sekitar 60% hingga 70% industri baja diserap untuk konstruksi, sisanya untuk manufaktur," kata Yerry ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (12/5).
Dengan adanya rencana ini diharapkan dapat memperbesar komposisi pasar industri baja di sektor manufaktur. Ia menambahkan, dengan adanya perubahan komposisi dimungkinkan mendorong kapasitas industri baja nasional.
Sementara dari sisi kualitas dan kuantitas bajanya, Yerry yakin industri baja dalam negeri mampu untuk memenuhinya kebutuhan industri manufaktur nantinya.
Meskipun dari sisi kualitas memang perlu didorong dengan penelitian dan pengembangan agar bisa memenuhi standar kebutuhan. "Dan ini perlu diiringi semangat memakai produk industri baja dalam negeri," jelasnya lagi.
Wakil Ketua Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) Suhat Miyarso menganggap Indonesia memiliki sumber daya yang besar dan lengkap untuk industrialisasi.
" Kalau industri baja dan industri kimia kuat, kita bisa membangun industri hilir yang sangat beragam untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor," jelasnya ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (12/5).
Suhat optimistis ke depannya Indonesia bisa menjadi pusat industri manufaktur di Asia Tenggara, sebab Indonesia memiliki batu bara, gas, karet alam, CPO, mineral dan SDM yang melimpah.
Ia menambahkan, pasar Indonesia yang besar bisa mendorong industri yang dibangun dalam skala yang juga besar sehingga lebih ekonomis dan kompetitif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News