Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Sudah lima tahun berlalu program 1.000 menara rusun dicanangkan Kementerian Perumahan Rakyat (Kempera) tahun 2007. Namun sampai sekarang realisasinya masih melempem. Banyak pengembang perumahan lebih memilih membangun apartemen mewah ketimbang rumah susun (rusun).
Oleh karena itu, Kempera melontarkan wacana bagi pengembang untuk membangun rusun dengan cara kerjasama. "Dalam pengerjaannya pengembang bisa bekerjasama dengan pihak lain, seperti pemda atau pengembang lain," ungkap Pangihutan Marpaung, Deputi Bidang Perumahan
Formal Kemenpera, belum lama ini. Dalam hitungannya, membangun rusun dengan harga lahan Rp 2,5 juta per meter persegi (m2) masih bisa menguntungkan.
Maklum, selama ini banyak pengembang mengaku kesulitan membangun rusun. Alasannya, selain masalah ketersediaan lahan, untuk membangun apartemen dan rusun dibutuhkan kemampuan yang tidak sama, baik konstruksi maupun pemasarannya.
Sebenarnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun telah mewajibkan pengembang yang membangun apartemen komersial untuk membangun rusun sekurang-kurangnya 20% dari luas lantainya. Peraturan serupa juga tercantum dalam Permenpera Nomor 10 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang.
Wakil Ketua Umum Persatuan Perusahaan RealEstat Indonesia (REI), Handaka Santosa menyatakan, selama ini pola kerjasama seperti yang diusulkan
Kempera belum ada yang menerapkan. "Namun kalau bisa, kenapa tidak? Yang penting peraturan bisa jalan," ujarnya ketika dihubungi KONTAN, akhir pekan lalu.
Menurut Handaka yang juga menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Tbk, sejauh ini belum ada rencana kerjasama dengan pihak lain. "Tetapi tentunya bisa kita pelajari," ujarnya.
Agung Podomoro Land saat ini sudah membangun rusun di Kelapa Gading dan Kalibata. Handaka pun mengklaim perusahaannya sudah cukup berpengalaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News