Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembenahan tata kelola perkebunan kelapa sawit mendesak dilakukan. Pasalnya, sejauh ini tumpang tindih regulasi dan perizinan di perkebunan kelapa sawit dinilai telah menimbulkan banyak persoalan di lapnagan. Bila pembenahan ini dapat dilakukan dalam waktu dekat, maka niscaya pengeloalan perkebunan kelapa sawit akan semakin lebih mudah.
Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Bidang Urusan Organisasi. Kacuk Sumarto mengatakan, saat ini, masih banyak regulasi di daerah yang masih perlu dibenahi. Sebagai contoh seperti retribusi dan pungutan yang tidak ssuai regulasi pemerintah pusat. "Sebaiknya perlu sinkronisasi dan pengawasan di daerah baik oleh pemerintah maupun KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” ujarnya dalam Semintar Dialog Akhir Tahun Majalah Sawit Indonesia, Rabu (19/12).
Dalam kesempatan tersebut, Kacuk medesak pemerintah pusat supaya dapat mengharmoniskan antara aturan di daerah supaya ada kepastian dan kejelasan bagi dunia usaha. Untuk dirinya mengusulkan semua pihak dapat duduk bersama sebagai upaya mengatasi persoalan tersebut dan memajukan Indonesia.
Berdasarkan data yang diolah KPK, terjadi tumpang tindih Hak Guna Usaha (HGU) dengan izin pertambangan sebanyak 3,01 juta hektar. Tumpang tindih HGU dengan IUPHHK-HTI seluas 534.000 hektar, dan tumpang tindih HGU dengan IUPHHK-HA seluas 349.000 hektar.
Ketua Tim Koordinasi Supervisi KPK Sulistyanto mengatakan pihaknya akan memberikan perhatian penuh pada tumpah tindih regulasi tersebut. Ia mengakui, dalam temuan komisi anti rasuah tersebut, terjadi pengendalian izin yang tidak efektif dan menimbulkan ketidakpastian hukum. "Sejauh ini, tidak ada koordinasi antar pemerintah daerah dengan Kementerian/Lembaga dalam proses penerbitan dan perizinan,"imbuhnya.
Untuk itu, KPK membentuk sembilan Koordinator Wilayah (Korwil) di 34 Provinsi. Pembentukan korwil ini erat kaitannya untuk menjerat kepala daerah dalam kasus tindak pidana korupsi. Salah satu tugas Korwil, adalah mengawasi berbagai aturan di daerah termasuk ketidakjelasan penerapan di satu daerah. Sebagai contoh, ada peraturan gubernur di Kalimantan Tengah yang direkomendaikan supaya direvisi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan) Bambang mengatakan, pihaknya sedang mengembangkan aplikasi Sistem Informasi Perijinan Perkebunan (Siperibun) untuk memperbaiki tata kelola sawit. "Sejauh ini, jumlah perizinan yang dihimpun Ditjenbun mencapai 1.380 perizinan dengan jumlah pelaku usaha 2.121 perusahaan di 13 provinsi dan 97 kabupaten,"ujarnya.
Ada tiga fungsi Siperibun yaitu integrasi data dan informasi perizinan usaha perkebunan di skala nasional, membuat instrumen pembinaan dan pengawasan perizinan usaha perkebunan, ditambah lagi koordinasi dan informasi bagi kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino meminta pemerintah memperbaiki regulasi berkaitan tata kelola niaga Tandan Buah Segar (TBS) sawit. Jika tata kelola niaga diperbaiki, maka anjloknya harga sawit di tingkat petani dapat diatasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News