Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Departemen Perhubungan (Dephub) berencana menaikkan batas harga avtur yang masuk dalam komponen harga tiket pesawat, dari Rp 2.700 per liter saat ini menjadi Rp 10.000 per liter. Hal ini akan tertuang dalam revisi Keputusan Menteri Nomor 9/2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bhakti S. Gumay menyatakan, Dephub akan menetapkan batas harga avtur itu jika sampai akhir November ini tidak tercapai kata sepakat soal formula perhitungan komponen biaya bahan bakar dalam tiket alias fuel surcharge (FS) dengan para maskapai penerbangan.
"Sekarang harga avtur sekitar Rp 8.000-an, mungkin kami ambil space sampai Rp 10.000. Kenapa Rp 10.000, karena tidak terlalu jauh dengan yang ada sekarang setelah fuel surcharge dimasukkan ke dalam tarif," jelas Herry, akhir pekan lalu. Tak seperti Keputusan Menteri sebelumnya, harga batas avtur itu akan dievaluasi setiap tahun.
Maskapai protes
Sekadar catatan, pemerintah dan pengusaha maskapai tengah membahas formula penghitungan fuel surcharge yang ideal. Namun hingga kini belum ada kata sepakat. Menurut Herry, alotnya pembicaraan itu karena standar penghitungan fuel surcharge setiap maskapai berbeda-beda.
Untuk memastikan masalah ini cepat selesai, Dephub sudah memasukkan pembahasan fuel surcharge itu ke dalam program 100 hari Direktorat jenderal Perhubungan Udara. Namun, Herry akan mengupayakan sebelum Januari Menteri Perhubungan sudah meneken aturan baru itu. Sebelum Menteri menekennya, Dephub akan menyosialisasikan dulu ke berbagai pihak, termasuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). "Jangan sampai sudah diteken tapi kemudian ribut lagi. Kalau tidak sepakat juga, tetap akan kami putuskan dengan asumsi dari pemerintah yang terakhir yaitu avtur di angka Rp 10.000," kata Herry.
Tapi, pengusaha maskapai langsung protes. "Kami mau tahu, asumsi apa yang digunakan untuk menetapkan harga avtur itu. Dari mana angka Rp 10.000 itu," kata Direktur Umum Lion Air Edward Sirait.
Pemerintah, kata Edward, juga harus memperhitungkan perubahan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Regional, dan kurs saat ini dengan saat Keputusan Menteri lama disahkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News