kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45928,35   -6,99   -0.75%
  • EMAS1.321.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah bakal kembangkan shale oil, begini catatan dari Aspermigas


Rabu, 10 Februari 2021 / 15:36 WIB
Pemerintah bakal kembangkan shale oil, begini catatan dari Aspermigas
ILUSTRASI. pengembangan shale oil di Indonesia


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM bakal mendorong pengembangan minyak dan gas (migas) non-konvensional. Direktorat Jenderal Migas menyampaikan, upaya tersebut antara lain dilakukan dengan fokus pada pengembangan shale oil.

Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) pun memberikan sejumlah catatan terkait rencana pemanfaatan potensi shale oil atau shale hydrocarbon tersebut. Menurut Direktur Eksekutif Aspermigas Moshe Rizal, pemanfaatan shale oil and gas membutuhkan teknologi khusus berupa fracking atau fracturing, yang membutuhkan biaya dan risiko yang tinggi.

Apalagi, shale oil and gas merupakan "barang baru" di Indonesia, yang belum secara intensif dieksplorasi. "Sehingga, seperti halnya di Amerika, membutuhkan harga minyak yang tinggi untuk menutupi nilai keekonomian yang marginal," terang Rizal saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (10/2).

Dia menambahkan, potensi shale oil and gas di Indonesia sebenarnya tergolong besar, salah satunya di basin wilayah Sumatra. Namun, ada sejumlah tantangan yang harus diatasi.

Rizal pun menyampaikan sejumlah catatan dan masukan Aspermigas terkait pemanfaatan shale oil and gas ini. Pertama, dengan memperbaiki ketentuan-ketentuan fiskal dalam Production Sharing Contract (PSC).

Dengan pertimbangan shale dan tight gas/oil belum terbukti dan masih berisiko tinggi di Indonesia, ketentuan fiskal mengikuti penerapan Gross PSC sliding scale. Diiringi dengan memberi shale gas/oil and tight sand gas terms yang konsisten.

Pertimbangan selanjutnya dengan memberikan ukuran awal blok yang besar dan fleksibilitas dalam penyisihan areal. "Jadi (pengembangan shale oil/gas) harus dimulai dengan rezim fiskal yang mendukung," sambung Rizal.

Kedua, pengembangan shale oil/gas juga perlu dengan merampingkan kendala birokrasi dalam migas non-konvensional. Antara lain dengan mempermudah proses pengadaan untuk program non-konvensional, merampingkan proses izin-izin untuk seismik maupun drilling, dan mempermudah akses terkait penyediaan lahan.

Rizal menegaskan bahwa shale oil/gas memang perlu dikembangkan. Berkaca dari negara lain, komoditas migas jenis ini lah yang membuat Amerika Serikat bisa membalikan posisinya dari importir terbesar minyak menjadi eksportir.

Baca Juga: Dirjen Migas sebut beberapa investor tertarik terhadap lelang 10 WK migas tahun ini

Namun dengan rezim fiskal Indonesia yang sekarang, Rizal menilai bahwa shale oil akan sangat sulit untuk bisa menopang ketercapaian target 1 juta barel per hari pada 2030. Pasalnya, eksplorasi tidak bisa dilakukan secara instan, yakni membutuhkan waktu sekitar 5 tahun hingga 10 tahun. Apalagi dengan kondisi pandemi covid-19 yang menimbulkan banyak ketidakpastian.

Di sisi lain, pemerintah harus terlebih dulu mencari investor yang mau menggarap shale oil. "Investornya harus dicari dulu. KKKS yang ada saja belum tentu mau mengembangkan potensi shale/tight sand oil and gas di lapangan mereka," pungkas Rizal.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengungkapkan, dalam pengembangan migas non konvensional Pemerintah telah melakukan identifikasi potensi shale oil dan shale gas. "Sementara ini kita perlu banyak minyak, jadi kita fokuskan ke shale oil," ungkapnya dalam keterangan tertulis yang disiarkan di situs resmi Ditjen Migas yang dikutip Kontan.co.id, Kamis (4/2).

Secara teori, sambung Tutuka, apabila terdapat reservoar minyak di suatu tempat, pasti ada "dapur". Inilah yang dikejar Pemerintah. "Dapur itu sudah diketahui tempatnya di mana. Dapurnya namanya non konvensional. Kita sudah petakan di mana tempatnya dan kita mau fokus ke satu tempat (shale oil)," tambah Tutuka.

Menurutnya, potensi shale oil Indonesia terbilang cukup besar. Hal ini yang membuat Pemerintah optimis untuk terus berupaya mencapai produksi minyak 1 juta barel pada tahun 2030.

Hal senada juga pernah dikemukakan mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, beberapa waktu silam. Menurut dia, Indonesia dinilai memiliki potensi shale gas dan shale oil yang besar, namun belum dimanfaatkan sama sekali.

Arcandra mengatakan, investasi besar untuk teknologi sangat penting guna menggenjot produksi shale oil dan gas. Sebagai gambaran, pada 2007 produksi migas Amerika Serikat sekitar 4,5 juta barel oil per day (BOPD), dalam waktu tujuh tahun meningkatkan menjadi 9,5 juta BOPD didorong kesuksesan dari shale oil dan shale gas.

Minyak serpih (shale oil), juga disebut Kerogen serpih (bitumen padat). Shale oil didefinisikan sebagai batuan sedimen ‘immature’, berbutir halus yang mengandung sejumlah besar material organik yang spesifik yaitu alginit dan/atau bituminit, yang apabila diekstraksi dengan dipanaskan (> 550 derajat celcius) akan menghasilkan minyak yang mempunyai potensi ekonomis.

Selanjutnya: Strategi produksi minyak 1 juta barel, pemerintah mendorong pengembangan shale oil

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×