Reporter: Rizki Caturini, Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini
BANDUNG. Industri dalam negeri babak belur akibat gempuran produk impor dari China. Untuk langkah pengamanan pasar lokal, pemerintah memberlakukan beberapa kebijakan, salah satunya dengan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Selama ini, dari 3.969 SNI untuk sektor industri, baru 68 produk yang berstatus SNI wajib. Beberapa produk itu seperti logam lembaran, sepeda, sepatu dan lampu swabalast.
Namun, melihat fakta kerjasama ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) benar-benar telah menggerus pasar lokal, pemerintah terdorong untuk bisa memberlakukan lebih banyak produk SNI wajib.
Arryanto Sagala, Kepala Bidang Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustian (BPKIMI Kemenperin) bilang, untuk itu pihaknya bakal mengusulkan 21 produk lagi yang akan diberlakukan SNI wajib.
Produk-produk tersebut adalah beberapa macam lampu swabalast lainnya, pengkondisi udara, lemari pendingin, mesin cuci, lima jenis mainan anak, baterai sepeda motor, baja batangan dan pipa baja lapis seng untuk saluran air.
Selain itu, deterjen bubuk, sorbitol, beragam kaca spion untuk kendaraan bermotor, aki dan jaket untuk kendaraan bermotor, pelampung, keselamatan kendaraan roda tiga dan tekstil khusus pakaian bayi. "Targetnya, bisa segera berjalan di 2011-2012," ujarnya, Jumat malam (8/4).
Namun, langkah ini tetap beresiko bagi industri lokal. Pasalnya, setelah pemberlakuan SNI wajib berjalan, industri berskala kecil hingga besar di dalam negeri pun harus mengikuti standar. Sementara, kondisi pengusaha kecil yang serba terbatas dari sisi modal dan teknologi, bakal sulit mengikuti kewajiban SNI tersebut.
Nah, untuk menyiasatinya, pemerintah hanya akan memberlakukan SNI terhadap peraturan teknis saja. Artinya, hanya hal mendasar yang hanya akan diatur. Misalnya, untuk industri sepatu, dari faktor jahitan atau penggunaan lem yang selama ini dianggap di bawah standar akan distandarisasi.
"Walaupun SNI bertujuan memperlambat arus impor dari China, namun kita harus melihat pula kondisi industri lokal agar jangan makin tertekan," ujarnya.
Menteri Perindustrian MS. Hidayat menambahkan, standarisasi ini pun harus didukung oleh pengembangan lab-lab penguji SNI di daerah. "Kita juga harus menyertakan adanya sanksi agar standarisasi bisa berjalan," kata Hidayat.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Ade Sudrajat berpendapat, pelaku industri mau tak mau harus menjalankannya seiring tuntutan konsumen yang makin peduli terhadap mutu.
SNI bukan barang baru bagi industri TPT. Apalagi produk tekstil khususnya untuk TNI dan kepolisian pasti harus memenuhi SNI yang ditentukan. "Kendala utama pemberlakuan SNI wajib ini adalah mendidik SDM dari kebiasaan lama ke kebiasaan baru yg lebih baik dan efisien" ujar Ade.
Ali Soebroto, Ketua Gabungan Elektronik Indonesia (Gabel) mengatakan, rencana penambahan produk SNI oleh pemerintah memang sudah ditunggu-tunggu pengusaha. Ali bilang, pihaknya sebenarnya sudah mengajukan SNI untuk produk lemari es, mesin cuci dan pendingin ruangan sejak tahun lalu.
Bahkan, awalnya, usulan tersebut akan disetujui akhir tahun kemarin. Namun, uji laboratorium kemenperin ternyata belum siap. "Akibatnya, sampai sekarang belum keluar," ujar Ali kepada KONTAN.
Sejauh ini baru ada 3 produk elektronik yang sudah disetujui SNI wajib, yaitu TV tabung (CRT), pompa cair dan setrika. Rencananya, SNI wajib ketiga produk ini mulai berlaku tanggal 6 Mei 2011.
Pemberlakuan SNI wajib ini menjadi hambatan non-tarif bagi masuknya produk-produk elektronik impor seperti dari Cina dan Korea Selatan. Ini juga menjadi stimulus bagi produsen lokal untuk memacu produksinya. "Impor jadi akan lebih susah," jelas Ali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News