Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Maraknya ekspor rotan dan kayu ilegal membuat pemerintah gerah. Pemerintah pun berencana membangun tujuh titik terminal kayu terpadu (TKT) dan pusat pengolahan industri rotan terpadu (PPIRT).
Empat lokasi TKT dan tiga lokasi PPIRT itu akan dibangun dengan biaya Rp 70 miliar hingga Rp 100 miliar per terminal seluas 5 hektare. Dana ini berasal dari dana gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Anggaran ini terdiri dari investasi mesin dan peralatan sekitar Rp 13 miliar hingga Rp 14 miliar dan sisanya untuk lahan dan infrastruktur.
Selain mencegah penyelundupan, terminal ini akan mempermudah ekspor rotan dan kayu nasional. ”Terminal kayu ini sebagai clearing house, pihak Bea Cukai dan Kehutanan bisa memonitor dari titik pertama dan akhir dengan alat tertentu,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Fahmi Idris, Rabu (17/6).
Lokasi ketujuh TKT dan PPIRT antara lain ada di Kendal (Jawa Tengah), Tuban (Jawa Timur), dan Bitung (Sulawesi Utara). Penyelesaian ketujuh terminal ini tergantung pada perencanaan masing-masing lokasi. Namun tahun 2012, diharapkan semua sudah terminal sudah selesai.
Wali Kota Bitung Hanny Sondakh bilang, saat ini pihaknya sedang menghitung anggaran untuk pembangunan. "Dalam waktu dekat proses anggaran perubahan akan disahkan," imbuhnya.
Ketua Umum Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahjono mengaku, pendirian terminal kayu di beberapa lokasi strategis akan menekan biaya pungutan 25%. “Kalau direalisasikan akan mengurangi biaya tinggi dari penjualan harga kayu per meter kubiknya,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News