kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.568.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.190   15,00   0,09%
  • IDX 7.089   24,28   0,34%
  • KOMPAS100 1.050   2,99   0,29%
  • LQ45 820   -0,96   -0,12%
  • ISSI 212   2,00   0,95%
  • IDX30 421   -0,80   -0,19%
  • IDXHIDIV20 504   -0,45   -0,09%
  • IDX80 120   0,40   0,33%
  • IDXV30 124   0,56   0,46%
  • IDXQ30 139   -0,48   -0,34%

Pemerintah Batasi Ekspor Limbah Sawit, Begini Respon Gapki


Minggu, 12 Januari 2025 / 21:30 WIB
Pemerintah Batasi Ekspor Limbah Sawit, Begini Respon Gapki
ILUSTRASI. Minyak Jelantah Untuk Biodiesel: Petugas mengumpulkan minyak jelantah untuk dikirim ke pabrik pembuatan biodiesel di Balai Latihan Dompet Sampah SMK Informatika Utama, Krukut, Depok, Jawa Barat, Rabu (20/10). Berdasarkan data International Council on Clear Transportation (ICCT), potensi minyak jelantah di Indonesia mencapai 1,6 miliar liter per tahun yang dapat memenuhi 32% kebutuhan biodiesel nasional. KONTAN/Baihaki/20/10/2021


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indoesia (Gapki) merespon keputusan pemerintah yang resmi membatasi ekspor limbah pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME), residu minyak sawit asam tinggi atau high acid palm oil (HAPOR), dan minyak jelantah atau used cooking oil (UCO).

Asal tahu saja, aturan itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit. Di mana, Permendag itu telah berlaku sejak 8 Januari 2025.

Baca Juga: Murah di Pasar Domestik, Industri Biomassa Memilih Ekspor

Sejalan dengan hal itu, Ketua Umum Gapki, Eddy Martono mengatakan, keputusan pemerintah membatasi sejumlah limbah pabrik kelapa sawit lantaran diduga adanya tren menghindari pembayaran Bea Keluar (BK) ekspor produk sawit.

“Ini (tren ekspor limbah sawit yang meningkat) dicurigai oleh pemerintah. Karena kenaikan ekspornya yang tidak wajar akibat adanya perbedaan (Bea Keluar) yang sangat signifikan. Sehingga pemerintah akan memperketat, sebaiknya disamakan saja tarif dengan ekspor CPO,” jelasnya kepada KONTAN, Minggu (12/1).

Eddy memerinci bahwa besaran Bea Keluar CPO saat ini mencapai US$178 per Metrik Ton (MT). Sedangkan, biaya bea keluar untuk kategori limbah hanya dibanderol sebesat US$12/MT.

Baca Juga: Produk Hilir Sawit Capai 193 jenis, Ekspornya Tembus Rp 450 Triliun

Dia mengkalkulasikan, total Bea Keluar untuk CPO ditambah dengan Pungutan Ekspor (PE) mencapai US$ 258. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan total Bea Keluar dan Pungutan Ekspor kategori limbah yang hanya sebesar US$92.

“Saat ini kebanyakan (limbah sawit) memang di ekspor,” ujarnya.

Untuk diketahui, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, regulasi yang membatasi ekspor limbah sawit itu diterbitkan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng dalam pelaksanaan program minyak goreng rakyat.

Selain itu, juga untuk mendukung implementasi penerapan biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40% (B40).

Biodiesel B40 merupakan bahan bakar minyak (BBM) dengan campuran 40% olahan minyak kelapa sawit atau bahan bakar nabati (BBN) dan 60% minyak solar.

Baca Juga: ESDM: Implementasi B50, Indonesia Perlu Menambah 7-9 Pabrik Biodiesel Baru

“Menindaklanjuti arahan Presiden, kami menegaskan bahwa prioritas utama pemerintah saat ini adalah memastikan ketersediaan bahan baku minyak kelapa sawit (CPO) bagi industri minyak goreng dan mendukung implementasi B40,” pungkasnya.

Selanjutnya: Link Nonton Solo Leveling S2 Episode 2 Subtitle Indonesia & Daftar Tempat Streaming

Menarik Dibaca: Hujan Petir Landa Daerah Ini, Berikut Ramalan Cuaca Besok (13/1) di Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×