Reporter: Asnil Bambani Amri |
JAKARTA. Meski pemerhati lingkungan Indonesia dan Belanda sudah melayangkan keberatannya atas penambangan pasir timah di lepas pantai (offshore) yang berpotensi merusak koral laut dan ekosistemnya, namun pemerintah mengaku belum mengetahui adanya keberatan tersebut.
“Harus harus cek dulu ke Atase Perdagangan di Belanda,” kata Alberth Yusuf Tobogu, Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan, Kementerian Perdagangan.
Belanda merupakan Negara pembeli timah terbesar ketiga selama Januari April 2010 setelah Singapura dan Malaysia. Selama Januari sampai April tersebut, Belanda setidaknya mengimpor timah dari Indonesia sebanyak 1.293,62 ton atau senilai dengan US$ 22.057.669.
Secara volume, ekspor timah ke Belanda selama kuartal I tahun 2010 tersebut mengalami kenaikan drastis dibandingkan tahun 2009 lalu. Data ekspor Timah ke Belanda pada tahun 2009 lalu hanya mencapai volume sebesar 402,73 ton, sedangkan secara nilai hanya US$ 6.966.970. Sementara sampai April 2010, volume ekspor timah ke Belanda sudah mengalami kenaikan tiga kali lipat.
Nah, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Friends of the Earth Netherlands. Mereka khawatir akan dampak dari pengerukan timah yang berpotensi merusak koral laut dan ekosistem.
Menurut Alberth, saat ini proses pemberian izin kuasa pertambangan (KP) untuk lepas pantai (offshore) sudah mempertimbangkan asas keberlangsungan lingkungan hidup yang sudah tertuang dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba). “Jika sudah ada KP laut, maka praktis sudah memperhatikan lingkungan,” jelas Alberth kepada KONTAN.
Hanya saja, Alberth membeberkan adanya kemungkinan perang dagang yang terjadi di pasar timah internasional. Salah satunya, menahan ekspor timah di negara tertentu. “Nanti akan dikaji, apa komplain dari mereka (aktivitas lingkungan) itu, dan apa yang harus dijawab” kata Alberth.
Toh, Alberth yakin keberatan LSM ini tidak akan berdampak pada penurunan ekspor timah. Soalnya, timah dibutuhkan oleh sejumlah industri, bukannya pemerhati lingkungan. “Mereka cuma mengimbau, yang membutuhkan timah adalah importir dan industri,” jelas Alberth.
Komplain yang dialamatkan kepada pemerintah maupun kepada industri tersebut bakal dijawab dengan argumen mengenai proses produksi yang ramah lingkungan. “Pastinya, mereka (industri) juga akan mempersiapkan argumen untuk memberikan tanggapan,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News