Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama SKK Migas dan pelaku usaha masih terus mengebut pemberian insentif bagi sektor hulu migas.
Plt Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih menerangkan, pembahasan seputar paket stimulus terus dilakukan. "Kami sedang mengusahakan agar insentif-insentif itu disetujui," kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (7/9).
Meski belum merinci perkembangan terkini seputar pemberian insentif sektor hulu migas, Susana menjelaskan, sejauh ini memang baru dua usulan yang disetujui dan diberikan ke pelaku usaha.
Adapun, insentif yang telah disetujui yakni terkait kebijakan penundaan setoran abandonment site restoration (ASR) atau kegiatan pasca operasi untuk tahun ini.
Baca Juga: Lelang WK Migas tertunda, Aspermigas soroti aspek kepastian hukum
Insentif lain yang disetujui yakni terkait penghapusan PPN LNG yang baru-baru ini telah diberikan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 Tentang Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang diteken pada 24 Agustus 2020.
Artinya, masih ada sejumlah insentif yang belum mendapatkan persetujuan.
Di sisi lain, Indonesia Petroleum Association (IPA) memastikan diskusi intensif masih terus dilakukan. Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong bilang para Board of Committee IPA telah menyampaikan gambaran kondisi investasi hulu migas secara global dan berharap dukungan untuk perbaikan iklim investasi khususnya di tanah air.
"Berkaitan juga dengan insentif yang sudah diajukan oleh SKK Migas kali lalu. Tapi tidak membahas secara detail. Kita sepakat insentif mana saja kira-kira insentif yang berdampak baik atau bisa langsung terasa di sektor hulu," terang Marjolijn kepada Kontan.co.id, Senin (7/9).
Meski tak merinci lebih jauh, Marjolijn mengungkapkan kebutuhan insentif dirasakan mendesak untuk diberikan kepada pelaku usaha, pasalnya saat ini kondisi investasi kian menurun.
Ia menambahkan, pemberian insentif juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing sektor hulu migas Indonesia. Dengan peningkatan investasi maka kegiatan eksplorasi secara masif dapat dilakukan.
Baca Juga: Lifting minyak pada Agustus 2020 mencapai 100,3% dari target APBN-P
"Kegiatan eksplorasi memang masih dilakukan, tapi kami membutuhkan yang masif," ungkap Marjolijn.
Asal tahu saja, SKK Migas sebelumnya mengajukan sejumlah insentif antara lain, yakni:
- Penundaan biaya pencadangan ASR.
- Pemberlakuan tax holiday untuk pajak penghasilan bagi semua WK.
- Penundaan atau penghapusan PPN LNG melalui penerbitan revisi PP 81.
- Kebijakan tidak mengenakan biaya pada Barang Milik Negara Hulu Migas yang ditargetkan kepada semua WK yang baru menandatangani kontrak kerja sama di WK Eksploitasi.
- Penghapusan biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak sebesar US$ 0,22 per MMMBTU bagi semua WK yang produksi gasnya masuk ke sistem Kalimantan Timur.
- Pemberlakuan penundaan atau pengurangan hingga 100% dari pajak-pajak tidak langsung kepada WK Eksploitasi.
- Adanya dukungan dari Kementerian Keuangan serta Kementerian Perindustrian khususnya yang membina industri penunjang hulu migas terhadap pembebasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas.
- Adanya dukungan agar gas dapat dijual dengan harga diskon untuk volume di antara ketentuan take or pay (ToP) dan daily contract quantity (DCQ).
- Pemberian insentif pada semua WK dengan tujuan untuk memberikan perbaikan keekonomian pengembangan lapangan.
Selanjutnya: Investasi hulu migas semakin ketat, pemerintah perlu beri insentif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News