kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Investasi hulu migas semakin ketat, pemerintah perlu beri insentif


Jumat, 24 Juli 2020 / 16:53 WIB
Investasi hulu migas semakin ketat, pemerintah perlu beri insentif
ILUSTRASI. Pemerintah perlu mencari cara agar investasi di sektor hulu migas bisa Indonesia bisa tetap menarik.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah kabar hengkangnya Shell dari proyek gas di Blok Masela, kini keberlanjutan Chevron Pacifik Indonesia di Blok Indonesia Deep Water Development (IDD) menjadi sorotan. Pemerintah pun dinilai perlu mencari cara agar investasi di sektor hulu migas bisa Indonesia bisa tetap menarik.

Pengamat migas dari Universitas Trisaksi Pri Agung Rakhmanto berpandangan, persaingan portofolio investasi hulu migas di tataran regional dan global semakin ketat. Menurutnya, hanya portofolio investasi yang dinilai benar-benar menguntungkan dan menempati skala prioritas, yang akan dikerjakan oleh para investor.

Pri menyebut, hal itu terjadi karena kondisi pasar dan harga minyak termasuk gas dan LNG, sedang rendah. "Maka pendapatan mereka juga terpengaruh, sehingga porsi investasi hanya dialokasikan kepada proyek-proyek atau portofolio yang bagi mereka adalah prioritas," kata Pri kepada Kontan.co.id, Jum'at (24/7).

Baca Juga: Menimbang calon pengganti Shell jika jadi hengkang dari proyek Masela

Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 dan dampak yang ditimbulkannya, membuat faktor perhitungan keekonomian investasi menjadi berubah. Alhasil, faktor yang harus dikalkulasi dan menjadi pertimbangan semakin bertambah banyak.

Pri bilang, pandemi Covid-19 membuat investasi di hulu migas semakin kompleks. Pemerintah memang tetap perlu memberikan insentif berupa fiskal maupun non-fiskal. Tapi dalam kondisi seperti saat ini, strategi itu pun belum bisa menjamin investor akan bertahan, apalagi menarik datangnya investor besar yang baru.

"Tidak ada yang bisa dilakukan pemerintah selain memberikan insentif-insentif atau kemudahan dalam investasi. Insentif tentu akan membantu (membuat iklim investasi) menarik. Tetapi juga bergantung negara lain seperti apa. Yang akan dipilih dan menjadi prioritas bagi investor tentu yang memberikan return paling besar dan cepat," jelas Pri yang juga merupakan pendiri dari ReforMiner Institute.

Dia mengingatkan, ketertarikan investor terhadap proyek hulu migas tidak selalu soal insentif. Melainkan juga faktor kualitas dari proyek tersebut, seperti prospek bisnis, besaran cadangan, potensi produksi dan kemudahan akses pasar.

"Dalam hal ini tingkat kompetisinya juga ketat. Misal kita dibandingkan dengan shale oil/gas di AS atau Argentina, kan berat," ujar Pri.

Baca Juga: Investasi US$ 20 miliar di Masela lenyap? Ini jalan terjal proyek kebanggaan Jokowi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×