Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus menggenjot penyelesaian megaproyek 35.000 megawatt (MW). Keduanya optimistis, megaproyek tersebut akan rampung antara tahun 2023 atau 2024.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman mengatakan, penyelesaian megaproyek ini menyesuaikan supply-demand kelistrikan. Sehingga diperkirakan, penambahan signifikan baru akan berlangsung pada tahun 2020 mendatang, seiring dengan banyaknya pembangkit yang sudah siap beroperasi.
Meski masih belum menyebut detailnya, namun Syofvi mengatakan bahwa pada tahun depan, ada tambahan sekitar 10.000 MW atau setara dengan 28,47% dari total kapasitas proyek. "Signifikan paling banyak masuk pada tahun 2020, diperkirakan 10.000 MW lebih. Jadi selesai antara 2023-2024," ungkap Syofvi dalam acara Diseminasi RUPTL 2019-2028 bertempat di Kantor Pusat PLN, Senin (18/3).
Adapun, Syofvi menyebutkan pada tahun ini akan ada tambahan sekitar 3.800 MW atau 10,85% dari total kapasitas proyek. Penambahan itu terutama datang dari sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru berkapasitas jumbo hingga 1.000 MW yang akan beroperasi pada kuartal III dan kuartal IV tahun ini.
Tambahan lainnya, lanjut Syofvi, berasal dari pembangkit energi baru terbarukan yang rencananya akan beroperasi sebesar 560 MW di sepanjang tahun ini. "Kami harapkan dari PLTU sizing besar, seperti Jawa 7, Ekspansi Cilacap 1, Lontar, dan juga dari EBT," ujarnya.
Lebih lanjut, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu menjelaskan, sampai dengan 15 Januari 2019, proyek pembangkit yang sudah beroperasi komersial atau commercial operation date (COD) sebesar 3.009 MW atau sekitar 8% dari total kapasitas proyek.
Selebihnya, sebanyak 58% atau sekitar 20.416 MW masih dalam tahap konstruksi. Sedangkan yang telah berkontrak belum konstruksi atau menjalankan power purchase agreement (PPA) sebesar 9.507 MW atau 27%.
Sementara yang masih dalam proses pengadaan sekitar 4% atau 1.383 MW. Adapun, yang masih tahap perencanaan sebesar 954 MW atau 3%.
"Penyelesaian (proyek pembangkit 35.000 MW terkesan baru sedikit (8%). Namun apabila dilihat secara total, proyek yang telah PPA mencapai sekitar 93,37%. Artinya, hanya tersisa 6,63% yang belum menjalankan PPA," jelas Jisman.
Jisman menerangkan, dari 8% pembangkit yang telah beroperasi, sebagian besar terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Mesin Gas (PLTG/MG), Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH), dan pembangkit EBT skala kecil (PLTS, PLTBn, PLTBm, PLTBg).
"Itu karena memang masa konstruksi pembangkit jenis tersebut realtif singkat, sekitar 12-24 bulan" ungkapnya.
Sementara, 58% proyek yang masih tahap konstruksi antara lain terdiri dari PLTU, Pembangkit Listrik Gas Uap (PLTGU), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Persiapan proyek dan proses konstruksi pembangkit jenis ini membutuhkan waktu yang relatif lebih lama.
Sementara itu, 27% proyek pembangkit yang telah PPA saat ini dalam proses pemenuhan persyaratan pendanaan agar tercapai financial close atau effective date. Asal tahu saja, untuk mencapai target tersebut, proyek-proyek tersebut harus menyelesaikan antara lain, pembebasan lahan dan izin lingkungan.
Adapun, sisa 7% ditargetkan bisa tuntas proses pengadaan paling lambat pada tahun depan. "Selesailah, kan (mayoritas) tinggal konstruksi, PPA sudah, masa nggak selesai, masuk semuanya itu," tandas Jisman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News