Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia saat ini tengah dalam masa penjajakan untuk menambah kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui holding pertambangan milik negara, Mining Industry Indonesia (MIND ID).
Dalam prakteknya, setelah Danantara muncul, langkah bisnis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk MIND ID, diputuskan oleh Kepala Danantara yang juga Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani.
Melalui pernyataan terbarunya, Rosan bilang Danantara mengaku telah bertemu dengan pemilik saham PTFI yang lain yaitu Freeport-McMoRan dalam kunjungannya ke Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu.
Dari pertemuan itu, Rosan mendapatkan kesimpulan bahwa McMoran sepakat memberikan 12% sahamnya kepada Indonesia dengan free of charge atau gratis tanpa dipungut biaya.
"Mereka (McMoran) sudah menyetujui untuk memberikan free of charge saham 12%. Kita negosiasi tadi yang dulunya secara bertahap 10% tapi alhamdulillah 12% sekarang," ungkap Rosan di gedung BKPM Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Baca Juga: Rosan Ungkap RI Tambah Kepemilikan atas Saham PT Freeport Indonesia Jadi 12%
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga mengatakan bahwa keputusan akhir divestasi saham akan dilakukan pada bulan Oktober ini.
"Saya rencana mungkin di awal di Oktober, baru kami akan melakukan final dengan pihak Freeport," ungkap Bahlil di kantor Kementerian ESDM, beberapa waktu lalu.
Adapun, divestasi ini akan diikuti dengan perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) milik PTFI selepas tahun 2041. Dimana, izinnya akan diperpanjang hingga 20 tahun setelahnya, yaitu di tahun 2061.
Meski dianggap berhasil 'bernego' dengan McMoran untuk menguasai setidaknya 63% saham Freeport Indonesia, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menilai, sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengambil alih saham Freeport.
"Penambahan divestasi saham Freeport ini tujuan baik. Namun tidak mendesak, mengingat saat ini pemerintah melalui MIND ID sudah pemegang saham mayoritas. Jadi penambahan divestasi tidak perlu terburu-buru dan selesai sekarang juga," ungkap Bisman kepada Kontan, Rabu (01/10/2025).
Bisman menyebut, ini juga berkaitan dengan dampak jangka panjang atas insiden longsor yang telah menimpa tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC), Papua Tengah.
Dalam pernyataannya, Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba ESDM Tri Winarno mengatakan Grasberg hanya mampu berproduksi 30% dari total produksi semestinya.
Melansir data produksi PTFI, sepanjang tahun lalu tembaga yang diproduksi Freeport adlaah sebesar 1,8 miliar pound, dengan produksi emas mencapai 1,84 juta ounces atau sekitar 56 ton. Dari total tersebut, Grasberg menyumbang 64% dari total produksi PTFI pada tahun 2024.
"Saat ini dengan longsor Grasberg tambang tidak bisa beroperasi secara normal yang akan berpengaruh pada produksi, pendapatan termasuk juga tanggung jawab," tambah Bisman.
Pemerintah Indonesia, kata dia juga harus mempertimbangkan tanggungjawab atas pemulihan lingkungan dan korban jiwa, usai menambah kepemilikan saham.
"Perlu diperjelas dalam kesepakatan dan perjanjian tentang pembagian kewajiban pemulihan lingkungan termasuk juga tanggung jawab pada korban. Dan yang paling penting apakah penambahan saham ini juga diikuti dengan posisi sebagai pengendali penuh dan mempunyai akses kontrol operasional lebih kuat," jelasnya.
Baca Juga: Pemerintah Pastikan Kantongi Tambahan 12% Saham Freeport di Oktober, Ini Bocorannya
Disisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara menekankan, divestasi saham Freeport harus memenuhi dua syarat utama.
"Pertama, apakah pemerintah dengan akuisisi saham lebih besar bersedia menyelesaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan PTFI? Kalau saham makin besar tapi eksternalitas negatif PTFI ditanggung pemerintah, ini namanya ketiban masalah bukan malah untung," jelas dia.
Kedua, adalah kepastian dari aspek nilai tambah produk tembaga dan emas PTFI yang dapat dirasakan lebih banyak oleh masyarakat.
"Langkah ini (divestasi) perlu pertimbangan ruang fiskal. Kondisi penerimaan pajak sedang turun, sementara akibat longsor tambang PTFI kemarin, ada risiko investasi tambahan jadi lebih tinggi," tutup Bhima.
Selanjutnya: Pertumbuhan Pendapatan Bunga Dorong Kinerja Bank Digital Moncer pada Agustus 2025
Menarik Dibaca: 7 Zodiak yang Paling Kompetitif, Capricorn Salah Satunya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News