Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah didorong untuk menahan harga BBM bersubsidi dan tarif listrik bersubsidi pada bulan Juli demi menjaga kestabilan ekonomi di Indonesia.
Fahmy Radhi, Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada, menekankan bahwa kebijakan untuk menahan harga BBM dan tarif listrik bersubsidi sangat penting untuk menjaga perekonomian nasional di tengah tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan tingkat inflasi yang saat ini masih terkendali.
"Menurut saya, sebaiknya pemerintah jangan menaikkan dulu [harga BBM dan tarif listrik subsidi] harus menahan. Karena harga minyak dunia saat ini cenderung turun sekitar US$ 81 per barel. Memang rupiah kita lemah terhadap dolar, tetapi inflasi masih terkendali. Kalau pemerintah menaikkan harga BBM dan tarif listrik subsidi maka akan berpotensi inflasi. Sangat berbahaya bagi perekonomian Indonesia," ungkapnya kepada KONTAN, Selasa (25/6).
Baca Juga: Pemerintah Bakal Pangkas Belanja Non Prioritas di RAPBN 2025
Fahmy memperingatkan bahwa jika nilai rupiah terus melemah dan inflasi tidak terkendali, kemungkinan terjadinya krisis ekonomi akan semakin besar. Oleh karena itu, pemerintah disarankan untuk menahan kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif listrik bersubsidi.
"Kalau untuk BBM non subsidi Pertamax [ron] ke atas kembalikan ke Pertamina saja untuk menetapkan berdasarkan harga keekonomian dan mekanisme pasar. Untuk listrik tarif 450 VA dan 900 VA jangan dinaikkan, untuk pelanggan 3.000 ke atas bisa dipertimbangkan sesuai dengan tariff adjustment," ujarnya..
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengusulkan agar pemerintah mulai mengkaji pemberian subsidi BBM langsung kepada keluarga yang berhak. Mengingat kenaikan impor minyak mentah akibat penurunan produksi minyak dalam negeri di tengah pelemahan rupiah yang sempat menyentuh Rp 16.470 per dolar AS, dikhawatirkan akan menaikkan harga BBM dan membebani APBN terkait subsidi energi.
“Ke depan, subsidi harus diberikan langsung kepada keluarga atau individu yang berhak, bukan ke barang. Dengan demikian, berapa pun kondisinya, mereka yang berhak akan tetap mendapat subsidi,” ungkap Sugeng dalam acara Energy Corner, Selasa (25/6).
Sugeng juga menjelaskan bahwa keputusan pemerintah untuk menahan harga BBM non-subsidi memberikan beban tambahan kepada perusahaan yang diberi penugasan, terutama Pertamina. BBM jenis Pertalite, yang merupakan BBM khusus penugasan (JBKP), akan dihitung kemudian sehingga semakin memberatkan Pertamina sebagai badan usaha.
Baca Juga: Inflasi Indonesia Akan Menghadapi Tekanan Harga Pangan dan Energi Global
Catatan KONTAN, pemerintah telah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif listrik dan harga BBM, baik yang bersubsidi maupun yang non-subsidi, hingga Juni 2024.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa keputusan tersebut diambil dalam sidang kabinet paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari Senin (26/2).
“Tadi diputuskan dalam sidang kabinet paripurna, tidak ada kenaikan listrik , tidak ada kenaikan BBM sampai dengan Juni, baik itu subsidi dan non subsidi,,” tutur Airlangga kepada awak media, Senin (26/2).
Airlangga menambahkan, karena tidak ada kenaikan tarif, pemerintah perlu menyediakan anggaran tambahan untuk PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero). Tambahan anggaran ini akan diambil dari Sisa Lebih Anggaran (SAL) dan juga melalui pelebaran defisit APBN 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News