Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah harus bisa memastikan bisa mengatasi dampak yang ditimbulkan dari kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Load), termasuk mempersiapkan informasi resiko mengenai dampak tersebut.
Jika itu sudah dilakukan maka pelaksanaan Zero ODOL dinilai akan bisa diimplementasikan tanpa adanya penolakan, baik dari industri maupun masyarakat yang terkena dampak.
Hal itu disampaikan Dosen Institut Transportasi & Logistik Trisakti dan Pakar Transportasi Suripno, menanggapi banyaknya penolakan yang terjadi terhadap penerapan kebijakan Zero ODOL ini pada awal 2023 mendatang, baik dari industri maupun masyarakat.
Menurutnya, yang berwenang memutuskan kebijakan Zero ODOL itu sesuai undang-undang adalah Presiden, bukan Menteri Perhubungan.
Dia mencontohkan mengenai keselamatan. Presiden yang harus menetapkan sasaran, berapa banyak kejadian kecelakaan yang harus ditekan, berapa banyak korban yang harus ditekan.
Baca Juga: Fasilitas WIM di Jalan Tol Resmi Diterapkan, Menekan Truk ODOL
“Jadi, masalah Zero ODOL ini bukan hanya terkait penegakan hukumnya saja, tapi juga dampaknya ke sektor lain dan masyarakat. Sehingga Presiden yang seharusnya memutuskan karena presiden juga yang akan menanggung dampaknya, makanya yang memutuskan juga harus Presiden, nggak bisa Menteri Perhubungan,” katanya dalam keterangannya, Selasa (4/1)..
Oleh karena itu, Suripno mengatakan, sesuai di pasal 6 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah harus menetapkan sasaran yang jelas, termasuk sasaran Zero ODOL.
Dia menyampaikan ada 5 langkah yang harus dilakukan pemerintah sebelum menerapkan Zero ODOL ini. Pertama, pemerintah harus tahu dulu informasi dan konsekuensi sebelum memutuskan waktu penerapannya. Kedua, pemerintah harus mengupayakan insentif.
Artinya, kalau pelanggaran itu mau ditekan maka pemerintah harus berusaha mengkondisikan supaya tidak terjadi pelanggaran.